بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
*Hikmah Dua Fase Diturunkannya Al-Qur’an*
Al-Qur’an yang menjadi kitab suci umat Islam memiliki sebuah perjalanan historis yang menarik. Dalam proses turunnya Al-Qur’an, ada ukiran sejarah yang cukup panjang hingga sampai kepada Nabi Muhammad.
Mayoritas ulama sepakat bahwa turunnya Al-Qur’an ditempuh melalui dua fase. Fase pertama, Al-Qur’an turun secara utuh dari Lauh Mahfudz ke langit dunia (nuzulul jumali). Sedangkan fase kedua, turun secara bertahap dari langit dunia kepada Nabi Muhammad (nuzulul mufarraq).
Mengenai cara turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke langit dunia terdapat ragam pendapat di kalangan ulama. Pembahasan kali ini tidak akan menyinggung ragam pendapat tersebut melainkan akan mencoba mengungkap hikmah yang terkandung di balik dua fase tersebut.
Hikmah Fase Pertama
Pada fase pertama Al-Qur’an turun dengan sekaligus dari Lauh Mahfudz ke Baitul ‘Izzah atau langit dunia. Peristiwa ini terjadi di bulan Ramadan, tepatnya pada malam Lailatul Qadar. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ
Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.”
Para ulama kemudian mencoba menelusuri jejak hikmah dari fase ini. Misalnya, As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan menjelaskan, hikmah pada fase ini adalah menunjukkan tentang keistimewaan dan keagungan Al-Qur’an dan Nabi Muhammad.
قِيلَ السِّرُّ فِي إِنْزَالِهِ جُمْلَةً إِلَى السَّمَاءِ تَفْخِيمُ أَمْرِهِ وَأَمْرِ مَنْ نَزَلَ عَلَيْهِ وَذَلِكَ بِإِعْلَامِ سُكَّانِ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ أَنَّ هَذَا آخِرُ الْكُتُبِ الْمُنَزَّلَةِ عَلَى خَاتَمِ الرُّسُلِ لِأَشْرَفِ الْأُمَمِ
Artinya: “Dikatakan rahasia turunnya Al-Qur’an dengan sekaligus ke langit dunia untuk menunjukkan agungnya Al-Qur’an dan nabi yang menerima Al-Qur’an (Nabi Muhammad). Hal tersebut dengan cara mengabarkan kepada para penduduk langit ketujuh bahwa Al-Qur’an ini adalah kitab terakhir yang turun kepada penutup para rasul untuk disampaikan kepada umat paling mulia” (As-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, [Kairo: Haiah Al-Misriyyah, 1974], Juz I, halaman 149)
Dua keistimewaan tersebut menjadikan Al-Qur’an turun sekaligus ke langit dunia, tidak secara bertahap. Hal ini juga yang membedakan Al-Qur’an daripada kitab-kitab sebelumnya. Posisinya sebagai kitab terakhir dan nabi yang menerima mandat risalah tersebut juga merupakan nabi terakhir menjadikan fase ini menyimpan hikmah yang besar.
Selain itu, fase pertama ini tidak berkaitan sedikit pun dengan permasalahan hukum. Karena memang peruntukkannya pada penduduk langit bukan penduduk bumi. Artinya, tujuannya adalah menerangkan kemuliaan dan keutamaan umat Islam yang menerima kitab Al-Qur’an kepada mereka. Berbeda dengan kitab suci sebelumnya di mana penurunannya sekaligus juga disertai dengan taklif kepada umatnya.
وَهَذَا النُّزُوْلُ الْجُمَلِيّ لَا تَتَعَلَّقُ بِهِ أَحْكَامُ سِوَى بَيَانِ شَرَفِ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَفَضْلِهَا؛ إِذْ نُزُوْلُهُ بِهَذِهِ الصِّفَةِ دُوْنَ غَيْرِهِ مِنَ الْكُتُبِ إِيْذَانٌ بِتَمَيُّزِهَا عَنْ غَيْرِهَا
Artinya; “Turunnya sekaligus tidak berkaitan dengan hukum-hukum kecuali menjelaskan keutamaan dan keunggulan umat Islam, karenanya fase ini mengabarkan perbedaan Al-Qur’an dengan kitab-kitab selainnya.” (Musa’id Sulaiman At-Thayyar, Al-Muharrar fi ‘Ulumil Qur’an, [T.tp: Tp, 2008] Cet. II, halaman 74)
Hikmah Fase Kedua
Fase kedua, turunnya Al-Qur’an secara bertahap atau berangsur-angsur. Fase ini merupakan kelanjutan dari fase pertama. Sebelumnya, Al-Qur’an sudah berada di langit dunia kemudian dibawa oleh Malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur.
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
*Hikmah Dua Fase Diturunkannya Al-Qur’an*
Al-Qur’an yang menjadi kitab suci umat Islam memiliki sebuah perjalanan historis yang menarik. Dalam proses turunnya Al-Qur’an, ada ukiran sejarah yang cukup panjang hingga sampai kepada Nabi Muhammad.
Mayoritas ulama sepakat bahwa turunnya Al-Qur’an ditempuh melalui dua fase. Fase pertama, Al-Qur’an turun secara utuh dari Lauh Mahfudz ke langit dunia (nuzulul jumali). Sedangkan fase kedua, turun secara bertahap dari langit dunia kepada Nabi Muhammad (nuzulul mufarraq).
Mengenai cara turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke langit dunia terdapat ragam pendapat di kalangan ulama. Pembahasan kali ini tidak akan menyinggung ragam pendapat tersebut melainkan akan mencoba mengungkap hikmah yang terkandung di balik dua fase tersebut.
Hikmah Fase Pertama
Pada fase pertama Al-Qur’an turun dengan sekaligus dari Lauh Mahfudz ke Baitul ‘Izzah atau langit dunia. Peristiwa ini terjadi di bulan Ramadan, tepatnya pada malam Lailatul Qadar. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ
Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.”
Para ulama kemudian mencoba menelusuri jejak hikmah dari fase ini. Misalnya, As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan menjelaskan, hikmah pada fase ini adalah menunjukkan tentang keistimewaan dan keagungan Al-Qur’an dan Nabi Muhammad.
قِيلَ السِّرُّ فِي إِنْزَالِهِ جُمْلَةً إِلَى السَّمَاءِ تَفْخِيمُ أَمْرِهِ وَأَمْرِ مَنْ نَزَلَ عَلَيْهِ وَذَلِكَ بِإِعْلَامِ سُكَّانِ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ أَنَّ هَذَا آخِرُ الْكُتُبِ الْمُنَزَّلَةِ عَلَى خَاتَمِ الرُّسُلِ لِأَشْرَفِ الْأُمَمِ
Artinya: “Dikatakan rahasia turunnya Al-Qur’an dengan sekaligus ke langit dunia untuk menunjukkan agungnya Al-Qur’an dan nabi yang menerima Al-Qur’an (Nabi Muhammad). Hal tersebut dengan cara mengabarkan kepada para penduduk langit ketujuh bahwa Al-Qur’an ini adalah kitab terakhir yang turun kepada penutup para rasul untuk disampaikan kepada umat paling mulia” (As-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, [Kairo: Haiah Al-Misriyyah, 1974], Juz I, halaman 149)
Dua keistimewaan tersebut menjadikan Al-Qur’an turun sekaligus ke langit dunia, tidak secara bertahap. Hal ini juga yang membedakan Al-Qur’an daripada kitab-kitab sebelumnya. Posisinya sebagai kitab terakhir dan nabi yang menerima mandat risalah tersebut juga merupakan nabi terakhir menjadikan fase ini menyimpan hikmah yang besar.
Selain itu, fase pertama ini tidak berkaitan sedikit pun dengan permasalahan hukum. Karena memang peruntukkannya pada penduduk langit bukan penduduk bumi. Artinya, tujuannya adalah menerangkan kemuliaan dan keutamaan umat Islam yang menerima kitab Al-Qur’an kepada mereka. Berbeda dengan kitab suci sebelumnya di mana penurunannya sekaligus juga disertai dengan taklif kepada umatnya.
وَهَذَا النُّزُوْلُ الْجُمَلِيّ لَا تَتَعَلَّقُ بِهِ أَحْكَامُ سِوَى بَيَانِ شَرَفِ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَفَضْلِهَا؛ إِذْ نُزُوْلُهُ بِهَذِهِ الصِّفَةِ دُوْنَ غَيْرِهِ مِنَ الْكُتُبِ إِيْذَانٌ بِتَمَيُّزِهَا عَنْ غَيْرِهَا
Artinya; “Turunnya sekaligus tidak berkaitan dengan hukum-hukum kecuali menjelaskan keutamaan dan keunggulan umat Islam, karenanya fase ini mengabarkan perbedaan Al-Qur’an dengan kitab-kitab selainnya.” (Musa’id Sulaiman At-Thayyar, Al-Muharrar fi ‘Ulumil Qur’an, [T.tp: Tp, 2008] Cet. II, halaman 74)
Hikmah Fase Kedua
Fase kedua, turunnya Al-Qur’an secara bertahap atau berangsur-angsur. Fase ini merupakan kelanjutan dari fase pertama. Sebelumnya, Al-Qur’an sudah berada di langit dunia kemudian dibawa oleh Malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur.
Facebook
Log in or sign up to view
See posts, photos and more on Facebook.
Pada fase ini, sebagian dari ayat dan surat Al-Qur’an turun sesuai dengan peristiwa yang sedang dialami oleh Nabi Muhammad. Adakalanya Nabi menerima beragam pertanyaan yang beliau sendiri belum menemukan jawabannya, ada pula Nabi mendapat ujian dan celaan dari para penentang dakwahnya sehingga turunlah ayat atau surat untuk menghibur hatinya.
Ali As-Shabuni menyebutkan setidaknya ada enam hikmah dalam fase penurunan secara bertahap. Keenam hikmah tersebut sekaligus menjadi ciri khas yang membedakannya dengan kitab-kitab para nabi sebelumnya.
أَوَّلاً: تَثْبِيْتُ قَلْبِ النَّبِيِّ أَمَامَ أَذَى الْمُشْرِكِيْنَ ثَانِيًا: تَلَطُّفٌ بِالنَّبِيِّ عِنْدَ نُزُوْلِ الْوًحْيِ .ثَالِثًا: التَّدَرُّجُ فِيْ تَشْرِيْعِ الْأَحْكَامِ السَّمَاوِيَةِ. رَابِعًا: تَسْهِيْلُ حِفْظِ الْقُرْآنِيّ وَفَهْمِهِ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ .خَامِسًا: وَسَايِرُهُ الْحَوَادِثِ وَالْوَقَائِعِ, ,وَالتَّنْبِيْهُ عَلَيْهَا فِيْ حِيْنِهَا. سَادِسًا: الْإِرْشَادُ إِلَى مَصْدَرِ ألقُرْآنٍ وَأَنَّهُ تَنْزِيْلُ الْحَكِيْمِ الْحَمِيْدِ
Artinya: “Pertama: menguatkan hati Nabi dalam menghadapi gangguan orang musyrik. Kedua: melembutkan hati Nabi ketika menerima wahyu. Ketiga: menerangkan pensyariatan hukum secara bertahap. Keempat: mempermudah menghafal Al-Qur’an dan memahaminya bagi kaum muslim. Kelima: menyesuaikan kronologi kejadian dan peristiwa, sekaligus agar hal tersebut diperhatikan. Keenam: menunjukkan bahwa Al-Qur’an bersumber dari Allah.” (As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, [Teheran: Dar Ihsan], Cet. III, halaman 35)
Hikmah pertama, menguatkan hati Nabi Muhammad. Hal ini merupakan penjagaan dari Allah dan menguatkan risalah di hadapan para musuhnya. Sekaligus menolak segala upaya, kecaman, dan gangguan yang dilontarkan para penentang Nabi.
Contohnya adalah permintaan mereka agar Al-Qur’an juga diturunkan dengan mekanisme yang sama dengan kitab terdahulu.
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا
Artinya: “Orang-orang yang kufur berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Nabi Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar).”
Turunnya ayat tersebut juga menghibur hati Nabi dan meringankan beban yang dihadapi. Adakalanya melalui ayat-ayat kisah umat terdahulu dan kesabaran para nabi sebelumnya agar Nabi Muhammad mengikuti jejak mereka.
Hikmah kedua, dengan diturunkannya Al-Qur`an secara bertahap bisa melatih kelembutan dan keteguhan hati Rasulullah agar bisa 'satu frekuensi' dengan Al-Qur'an. Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an merupakan mukjizat yang sangat agung dan istimewa. Sekiranya diturunkan di atas gunung niscaya gunung akan hancur dan luluh lantah.
Hikmah ketiga, penerapan hukum secara perlahan. Al-Qur’an pada mulanya turun kepada masyarakat Arab yang belum mengenal tauhid dan masih menyembah berhala. Maka syariat pertama kali ialah bagaimana mengeluarkan mereka dari kesyirikan, mengalihkan mereka kepada tauhid dan hal-hal yang berkenaan dengan keimanan. Setelah iman mereka kuat, barulah turun syariat berupa ibadah jasmani seperti shalat, puasa, haji, halal-haram dan sebagainya.
Sekiranya tidak demikian, kemungkinan besar dakwah nabi tidak akan diterima oleh mereka. Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Muyassar fi ‘Ulumil Qur’an.
إِذْ هُوَ أَدْعَى إلِىَ الْقَبُوْلِ بِخِلَافِ مَا لَوْ نُزِلَتْ الأَحْكَامُ جُمْلَةً وًاحِدَةً فَقَدْ يُنَفِّرُ مِنْ قَبُوْلِهِ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ لِكَثْرَةٍ مِنَ الْفَرَائِضِ وَالنَّوَاهِي
Artinya: “Karena turunnya Al-Qur’an secara bertahap itu akan lebih mudah diterima ketimbang turunnya sekaligus. Sungguh banyak orang enggan menerimanya karena banyak terdapat di dalam Al-Qur’an berupa kewajiban dan larangan.” (Musaid Sulaiman Ath-Thayyar dan Ghanim Qadduri, Al-Muyassar fi ‘Ulumil Qur’an, halaman 30]
Ali As-Shabuni menyebutkan setidaknya ada enam hikmah dalam fase penurunan secara bertahap. Keenam hikmah tersebut sekaligus menjadi ciri khas yang membedakannya dengan kitab-kitab para nabi sebelumnya.
أَوَّلاً: تَثْبِيْتُ قَلْبِ النَّبِيِّ أَمَامَ أَذَى الْمُشْرِكِيْنَ ثَانِيًا: تَلَطُّفٌ بِالنَّبِيِّ عِنْدَ نُزُوْلِ الْوًحْيِ .ثَالِثًا: التَّدَرُّجُ فِيْ تَشْرِيْعِ الْأَحْكَامِ السَّمَاوِيَةِ. رَابِعًا: تَسْهِيْلُ حِفْظِ الْقُرْآنِيّ وَفَهْمِهِ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ .خَامِسًا: وَسَايِرُهُ الْحَوَادِثِ وَالْوَقَائِعِ, ,وَالتَّنْبِيْهُ عَلَيْهَا فِيْ حِيْنِهَا. سَادِسًا: الْإِرْشَادُ إِلَى مَصْدَرِ ألقُرْآنٍ وَأَنَّهُ تَنْزِيْلُ الْحَكِيْمِ الْحَمِيْدِ
Artinya: “Pertama: menguatkan hati Nabi dalam menghadapi gangguan orang musyrik. Kedua: melembutkan hati Nabi ketika menerima wahyu. Ketiga: menerangkan pensyariatan hukum secara bertahap. Keempat: mempermudah menghafal Al-Qur’an dan memahaminya bagi kaum muslim. Kelima: menyesuaikan kronologi kejadian dan peristiwa, sekaligus agar hal tersebut diperhatikan. Keenam: menunjukkan bahwa Al-Qur’an bersumber dari Allah.” (As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, [Teheran: Dar Ihsan], Cet. III, halaman 35)
Hikmah pertama, menguatkan hati Nabi Muhammad. Hal ini merupakan penjagaan dari Allah dan menguatkan risalah di hadapan para musuhnya. Sekaligus menolak segala upaya, kecaman, dan gangguan yang dilontarkan para penentang Nabi.
Contohnya adalah permintaan mereka agar Al-Qur’an juga diturunkan dengan mekanisme yang sama dengan kitab terdahulu.
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا
Artinya: “Orang-orang yang kufur berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Nabi Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar).”
Turunnya ayat tersebut juga menghibur hati Nabi dan meringankan beban yang dihadapi. Adakalanya melalui ayat-ayat kisah umat terdahulu dan kesabaran para nabi sebelumnya agar Nabi Muhammad mengikuti jejak mereka.
Hikmah kedua, dengan diturunkannya Al-Qur`an secara bertahap bisa melatih kelembutan dan keteguhan hati Rasulullah agar bisa 'satu frekuensi' dengan Al-Qur'an. Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an merupakan mukjizat yang sangat agung dan istimewa. Sekiranya diturunkan di atas gunung niscaya gunung akan hancur dan luluh lantah.
Hikmah ketiga, penerapan hukum secara perlahan. Al-Qur’an pada mulanya turun kepada masyarakat Arab yang belum mengenal tauhid dan masih menyembah berhala. Maka syariat pertama kali ialah bagaimana mengeluarkan mereka dari kesyirikan, mengalihkan mereka kepada tauhid dan hal-hal yang berkenaan dengan keimanan. Setelah iman mereka kuat, barulah turun syariat berupa ibadah jasmani seperti shalat, puasa, haji, halal-haram dan sebagainya.
Sekiranya tidak demikian, kemungkinan besar dakwah nabi tidak akan diterima oleh mereka. Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Muyassar fi ‘Ulumil Qur’an.
إِذْ هُوَ أَدْعَى إلِىَ الْقَبُوْلِ بِخِلَافِ مَا لَوْ نُزِلَتْ الأَحْكَامُ جُمْلَةً وًاحِدَةً فَقَدْ يُنَفِّرُ مِنْ قَبُوْلِهِ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ لِكَثْرَةٍ مِنَ الْفَرَائِضِ وَالنَّوَاهِي
Artinya: “Karena turunnya Al-Qur’an secara bertahap itu akan lebih mudah diterima ketimbang turunnya sekaligus. Sungguh banyak orang enggan menerimanya karena banyak terdapat di dalam Al-Qur’an berupa kewajiban dan larangan.” (Musaid Sulaiman Ath-Thayyar dan Ghanim Qadduri, Al-Muyassar fi ‘Ulumil Qur’an, halaman 30]
Hikmah keempat, memudahkan untuk menghafalkan, memahami, dan menghayati Al-Qur’an. Pada masa tersebut, tradisi menghafal masyarakat Arab memegang peranan penting. Ditambah lagi alat-alat yang digunakan untuk menulis juga masih terbilang langka dan jarang, Sekiranya Al-Qur’an turun sekaligus niscaya akan sulit untuk menghafalnya. Kondisi demikian, juga akan berakibat pada upaya untuk menghayati dan memahaminya.
Hikmah kelima, menyesuaikan dengan peristiwa yang sedang terjadi. Cara semacam ini akan lebih kontekstual dan merasuk ke dalam jiwa seseorang sehingga dapat mengambil pelajaran dan ibrah dari peristiwa yang terjadi.
Adakalanya Al-Qur’an memberikan sebuah teguran ketika ada masyarakat yang melakukan kesalahan dan penyimpangan. Kemudian, menerangkan apa yang seharusnya mereka dijauhi dan apa yang harus dikerjakan.
Hal ini sebagaimana yang terjadi pada perang Hunain. Ketika itu, kaum muslimin merasa sombong melihat jumlah mereka yang melebihi jumlah pasukan kaum musyrik. Sampai di antara mereka ada yang berkata, “Kami tidak akan terkalahkan hari ini karena jumlah yang sedikit”. Mengomentari sikap mereka, Allah pun menegur dengan menurunkan surat At-Taubah ayat 25.
Hikmah terakhir, menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Ilahi, bukan ucapan dari Nabi Muhammad ataupun dari makhluk yang lain. Jika dibaca dari awal hingga akhir akan didapati bahwa Al-Qur’an selalu runtut, detail dan kuat ketersambungannya. Tidak ditemukan cacat dan kekeliruan sedikit pun. Padahal ia turun kepada Nabi Muhammad dengan cara yang berangsur-angsur.
Demikianlah, hikmah yang terdapat dalam dua fase turunnya Al-Qur’an. Semuanya itu dapat menyadarkan dan membangkitkan keimanan umat Islam bahwa Al-Qur’an memang merupakan kalam Allah dan memiliki keistimewaan berupa kitab suci yang tidak sama dengan kitab-kitab para nabi sebelumnya.
Muhammad Izharuddin, Mahasantri STKQ Al-Hikam Depok.
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
Do'a Kafaratul Majelis
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐⛅🤝
Hikmah kelima, menyesuaikan dengan peristiwa yang sedang terjadi. Cara semacam ini akan lebih kontekstual dan merasuk ke dalam jiwa seseorang sehingga dapat mengambil pelajaran dan ibrah dari peristiwa yang terjadi.
Adakalanya Al-Qur’an memberikan sebuah teguran ketika ada masyarakat yang melakukan kesalahan dan penyimpangan. Kemudian, menerangkan apa yang seharusnya mereka dijauhi dan apa yang harus dikerjakan.
Hal ini sebagaimana yang terjadi pada perang Hunain. Ketika itu, kaum muslimin merasa sombong melihat jumlah mereka yang melebihi jumlah pasukan kaum musyrik. Sampai di antara mereka ada yang berkata, “Kami tidak akan terkalahkan hari ini karena jumlah yang sedikit”. Mengomentari sikap mereka, Allah pun menegur dengan menurunkan surat At-Taubah ayat 25.
Hikmah terakhir, menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Ilahi, bukan ucapan dari Nabi Muhammad ataupun dari makhluk yang lain. Jika dibaca dari awal hingga akhir akan didapati bahwa Al-Qur’an selalu runtut, detail dan kuat ketersambungannya. Tidak ditemukan cacat dan kekeliruan sedikit pun. Padahal ia turun kepada Nabi Muhammad dengan cara yang berangsur-angsur.
Demikianlah, hikmah yang terdapat dalam dua fase turunnya Al-Qur’an. Semuanya itu dapat menyadarkan dan membangkitkan keimanan umat Islam bahwa Al-Qur’an memang merupakan kalam Allah dan memiliki keistimewaan berupa kitab suci yang tidak sama dengan kitab-kitab para nabi sebelumnya.
Muhammad Izharuddin, Mahasantri STKQ Al-Hikam Depok.
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
Do'a Kafaratul Majelis
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐⛅🤝
Facebook
Log in or sign up to view
See posts, photos and more on Facebook.
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
*IMAM DAN MAKMUM DALAM SALAT _JAHR_*
Dalam salat _jahr_ (yang dibaca secara keras), makmum menyaringkan ucapan ‘amin’ bersamaan dengan imam. Bukan setelah imam membaca amin. Lalu, imam sunnah diam sejenak setelah membaca surat al-Fatihah.
Disaat itulah makmum membaca surat al-Fatihah agar sesudahnya ia bisa mendengarkan bacaan imam. Pada salat _jahr_, makmum tidak membaca surat kecuali jika ia tidak mendengar suara imam.
Hendaknya seorang imam salat tidak membaca tasbih lebih dari tiga kali dalam rukuk dan sujudnya. Dan juga mencukupkan bacaan sampai salawat kepada Nabi pada tasyahud awal.
Pada dua rakaat terakhir, imam cukup membaca surat al-Fatihah tanpa menambah bacaan surat. Juga ketika tasyahud akhir imam cukup membaca tasyahud dan shalawat kepada Rasulullah Saw.
Ketika salam, imam hendaknya berniat memberikan salam kepada semua jamaah, sedangkan jamaah atau makmum dengan salamnya berniat menjawab salam imam. Setelah itu imam berdiam sebentar dan menghadap kepada para jamaah.
Jika yang ada di belakangnya ada beberapa perempuan, maka ia tidak usah menoleh sampai mereka bubar. Hendaknya makmum tidak berdiri sampai imam berdiri, lalu imam pergi, dan lebih baik perginya ke arah kanan.
Imam tidak boleh berdoa untuk dirinya sendiri dalam membaca _qunut_ subuh tapi hendaknya ia mengucapkan _‘Allahumma ihdina‘_ (Ya Allah, tunjukkan kami) dengan suara nyaring. Selebihnya makmum membaca sendiri sisa dari doa _qunut_ tersebut, yakni dimulai dari _Innaka la yaqdhi wa la yuqdha ‘alaika_.
Makmum tidak boleh berdiri sendirian secara terpisah. Ia harus masuk ke dalam barisan (shaf) atau menarik orang lain untuk membuat barisan dengannya.
Makmum tak boleh berdiri di depan imam, mendahului, atau bergerak secara bersamaan dengan gerakan imam. Tapi, ia harus melakukannya sesudah imam. Ia tak boleh rukuk kecuali setelah imam sempurna dalam posisi rukuk. Begitu pun, ia tak boleh sujud selama dahi imam belum sampai di tanah.
Sumber: _Bidayat al-Hidayah_, karya Imam Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali
والله أعلم بالصواب وإليه المرجع والمآب
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
📞Channel whatsapp LDRQ:
https://whatsapp.com/channel/0029ValKVW6F1YlPl1ZAWz3C
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦X :
https://x.com/LPI_DayahRQ
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐⛅🤝
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
*IMAM DAN MAKMUM DALAM SALAT _JAHR_*
Dalam salat _jahr_ (yang dibaca secara keras), makmum menyaringkan ucapan ‘amin’ bersamaan dengan imam. Bukan setelah imam membaca amin. Lalu, imam sunnah diam sejenak setelah membaca surat al-Fatihah.
Disaat itulah makmum membaca surat al-Fatihah agar sesudahnya ia bisa mendengarkan bacaan imam. Pada salat _jahr_, makmum tidak membaca surat kecuali jika ia tidak mendengar suara imam.
Hendaknya seorang imam salat tidak membaca tasbih lebih dari tiga kali dalam rukuk dan sujudnya. Dan juga mencukupkan bacaan sampai salawat kepada Nabi pada tasyahud awal.
Pada dua rakaat terakhir, imam cukup membaca surat al-Fatihah tanpa menambah bacaan surat. Juga ketika tasyahud akhir imam cukup membaca tasyahud dan shalawat kepada Rasulullah Saw.
Ketika salam, imam hendaknya berniat memberikan salam kepada semua jamaah, sedangkan jamaah atau makmum dengan salamnya berniat menjawab salam imam. Setelah itu imam berdiam sebentar dan menghadap kepada para jamaah.
Jika yang ada di belakangnya ada beberapa perempuan, maka ia tidak usah menoleh sampai mereka bubar. Hendaknya makmum tidak berdiri sampai imam berdiri, lalu imam pergi, dan lebih baik perginya ke arah kanan.
Imam tidak boleh berdoa untuk dirinya sendiri dalam membaca _qunut_ subuh tapi hendaknya ia mengucapkan _‘Allahumma ihdina‘_ (Ya Allah, tunjukkan kami) dengan suara nyaring. Selebihnya makmum membaca sendiri sisa dari doa _qunut_ tersebut, yakni dimulai dari _Innaka la yaqdhi wa la yuqdha ‘alaika_.
Makmum tidak boleh berdiri sendirian secara terpisah. Ia harus masuk ke dalam barisan (shaf) atau menarik orang lain untuk membuat barisan dengannya.
Makmum tak boleh berdiri di depan imam, mendahului, atau bergerak secara bersamaan dengan gerakan imam. Tapi, ia harus melakukannya sesudah imam. Ia tak boleh rukuk kecuali setelah imam sempurna dalam posisi rukuk. Begitu pun, ia tak boleh sujud selama dahi imam belum sampai di tanah.
Sumber: _Bidayat al-Hidayah_, karya Imam Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali
والله أعلم بالصواب وإليه المرجع والمآب
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
📞Channel whatsapp LDRQ:
https://whatsapp.com/channel/0029ValKVW6F1YlPl1ZAWz3C
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦X :
https://x.com/LPI_DayahRQ
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐⛅🤝
WhatsApp.com
Lajnah Dakwah Raudhatul Qur'an | WhatsApp Channel
Lajnah Dakwah Raudhatul Qur'an WhatsApp Channel. Saluran ini memberikan tausiyah setiap hari dan poster dakwah. 32 followers
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
Pandangan Islam tentang Pasangan yang Boros Berbelanja
Selama ini di tengah masyarakat, istri kerap menjadi sasaran tudingan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pemborosan anggaran rumah tangga. Pandangan ini muncul karena dalam banyak rumah tangga, istri sering kali berperan dominan sebagai pengatur keuangan atau bendahara, sementara suami lebih dikenal sebagai pencari nafkah.
Tudingan ini tidak hanya mencerminkan stereotip yang sudah mengakar, tetapi juga sering kali mengabaikan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi istri dalam mengelola keuangan keluarga. Ketika suami menuduh uangnya mudah habis karena istri tidak mengelolanya dengan bijak, biasanya bibit-bibit perpecahan akan lahir.
Tidak jarang konflik ini berakhir dengan saling melempar tuduhan. Istri menuduh suami sebagai pribadi yang pelit, sedangkan suami menuduh istri memiliki sifat boros dalam berbelanja. Sebagai tindakan preventif, penting bagi setiap pasangan mengedepankan komunikasi dengan pikiran yang sehat terkait pengelolaan finansial rumah tangga.
Dampak Negatif Sifat Boros
Di luar kasus-kasus yang terjadi terkait pasangan yang boros dalam pengeluaran rumah tangga, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah keuangan dapat menjadi faktor terjadinya perceraian.
Ketika masalah keuangan menjadi penyebab utama ketidakstabilan rumah tangga, saat itu juga pasangan suami-istri sedang berada dalam ujian. Banyak yang mampu melewati kondisi krisis tersebut, namun tidak sedikit yang berakhir dengan perceraian.
Oleh sebab itu, Islam menekankan prinsip pengelolaan harta dengan bijaksana. Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw ini mengajarkan umatnya untuk menghindari sifat boros dalam segala aspek kehidupan. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:
وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا، إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-menghamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra’, [17]: 26-27).
Ayat di atas dengan jelas melarang siapa pun, termasuk suami-istri dalam mengelola keuangan rumah tangga, untuk tidak berbuat boros. Allah bahkan menyamakan orang-orang yang boros dengan saudara-saudara setan. Tamsil tersebut menegaskan bahwa pemborosan adalah tindakan yang sangat dilarang dalam Islam.
Standar Boros dalam Islam
Dalam pandangan Islam, untuk meninjau perilaku boros atau tabdzir dalam konteks pembelanjaan uang di sebuah rumah tangga yang dilakukan, baik oleh istri maupun suami, perlu merujuk kepada definisi boros yang telah ditetapkan oleh para ulama. Para ulama memiliki ragam definisi terkait sifat boros.
Menurut Imam Abu Said Abdullah bin Umar al-Baidhawi (wafat 685 H), standar boros dalam menggunakan harta adalah ketika digunakan untuk sesuatu yang tidak seharusnya digunakan, atau membelanjakannya dengan cara berlebihan. Penjelasan ini dipaparkan ketika al-Baidhawi melakukan interpretasi terhadap ayat 26 surat Al-Isra':
وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا: بِصَرْفِ الْمَالِ فِيْمَا لاَ يَنْبَغِي وَإِنْفَاقِهِ عَلىَ وَجْهِ الْإِسْرَافِ
Artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-menghamburkan (hartamu) secara boros: yaitu dengan menggunakan harta pada hal-hal yang tidak semestinya, dan membelanjakannya dengan cara yang berlebihan.” (Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut: Darul Ihya at-Turats, cetakan pertama, 1418 H], halaman 441).
Berbeda dengan pendapat di atas, Imam Abu Muhammad al-Baghawi (wafat 516 H) dalam kitabnya menjelaskan, boros dalam penggunaan harta adalah apabila harta digunakan untuk kemaksiatan. (Tafsir Ma’alimut Tanzil, [Mesir: Darut Thaybah, cetakan keempat: 1997], jilid V, halaman 89).
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
Pandangan Islam tentang Pasangan yang Boros Berbelanja
Selama ini di tengah masyarakat, istri kerap menjadi sasaran tudingan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pemborosan anggaran rumah tangga. Pandangan ini muncul karena dalam banyak rumah tangga, istri sering kali berperan dominan sebagai pengatur keuangan atau bendahara, sementara suami lebih dikenal sebagai pencari nafkah.
Tudingan ini tidak hanya mencerminkan stereotip yang sudah mengakar, tetapi juga sering kali mengabaikan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi istri dalam mengelola keuangan keluarga. Ketika suami menuduh uangnya mudah habis karena istri tidak mengelolanya dengan bijak, biasanya bibit-bibit perpecahan akan lahir.
Tidak jarang konflik ini berakhir dengan saling melempar tuduhan. Istri menuduh suami sebagai pribadi yang pelit, sedangkan suami menuduh istri memiliki sifat boros dalam berbelanja. Sebagai tindakan preventif, penting bagi setiap pasangan mengedepankan komunikasi dengan pikiran yang sehat terkait pengelolaan finansial rumah tangga.
Dampak Negatif Sifat Boros
Di luar kasus-kasus yang terjadi terkait pasangan yang boros dalam pengeluaran rumah tangga, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah keuangan dapat menjadi faktor terjadinya perceraian.
Ketika masalah keuangan menjadi penyebab utama ketidakstabilan rumah tangga, saat itu juga pasangan suami-istri sedang berada dalam ujian. Banyak yang mampu melewati kondisi krisis tersebut, namun tidak sedikit yang berakhir dengan perceraian.
Oleh sebab itu, Islam menekankan prinsip pengelolaan harta dengan bijaksana. Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw ini mengajarkan umatnya untuk menghindari sifat boros dalam segala aspek kehidupan. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:
وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا، إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-menghamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra’, [17]: 26-27).
Ayat di atas dengan jelas melarang siapa pun, termasuk suami-istri dalam mengelola keuangan rumah tangga, untuk tidak berbuat boros. Allah bahkan menyamakan orang-orang yang boros dengan saudara-saudara setan. Tamsil tersebut menegaskan bahwa pemborosan adalah tindakan yang sangat dilarang dalam Islam.
Standar Boros dalam Islam
Dalam pandangan Islam, untuk meninjau perilaku boros atau tabdzir dalam konteks pembelanjaan uang di sebuah rumah tangga yang dilakukan, baik oleh istri maupun suami, perlu merujuk kepada definisi boros yang telah ditetapkan oleh para ulama. Para ulama memiliki ragam definisi terkait sifat boros.
Menurut Imam Abu Said Abdullah bin Umar al-Baidhawi (wafat 685 H), standar boros dalam menggunakan harta adalah ketika digunakan untuk sesuatu yang tidak seharusnya digunakan, atau membelanjakannya dengan cara berlebihan. Penjelasan ini dipaparkan ketika al-Baidhawi melakukan interpretasi terhadap ayat 26 surat Al-Isra':
وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا: بِصَرْفِ الْمَالِ فِيْمَا لاَ يَنْبَغِي وَإِنْفَاقِهِ عَلىَ وَجْهِ الْإِسْرَافِ
Artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-menghamburkan (hartamu) secara boros: yaitu dengan menggunakan harta pada hal-hal yang tidak semestinya, dan membelanjakannya dengan cara yang berlebihan.” (Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut: Darul Ihya at-Turats, cetakan pertama, 1418 H], halaman 441).
Berbeda dengan pendapat di atas, Imam Abu Muhammad al-Baghawi (wafat 516 H) dalam kitabnya menjelaskan, boros dalam penggunaan harta adalah apabila harta digunakan untuk kemaksiatan. (Tafsir Ma’alimut Tanzil, [Mesir: Darut Thaybah, cetakan keempat: 1997], jilid V, halaman 89).
Termasuk dari tindakan pemborosan dan berlebih-lebihan adalah dengan mengonsumsi semua makanan yang diinginkan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Nabi Muhammad saw dalam salah satu haditsnya, yaitu:
إِنَّ مِنَ السَّرَفِ أَنْ تَأْكُلَ كُلَّ مَا اشْتَهَيْتَ
Artinya, “Termasuk dari pemborosan adalah engkau memakan semua (makanan) yang kamu sukai.” (HR Ibnu Majah).
Dari beberapa penjelasan di atas, tentu bisa ditarik kesimpulan bahwa boros dalam konteks membelanjakan harta bagi pasangan adalah ketika menggunakan hartanya dengan berlebih-lebihan, menggunakan harta untuk kemaksiatan, atau membeli setiap sesuatu yang diinginkan.
Tips Menghindari Pemborosan Harta Menurut Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili
Menurut Syekh Dr. Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, cara agar tidak terjadi pemborosan harta adalah dengan membelanjakannya sesuai kebutuhan saja, tanpa berlebihan, dan tentunya tidak menyalurkannya pada kemaksiatan. Ia menjelaskan:
لَا تُنْفِقِ الْمَالَ إِلاَّ بِاعْتِدَالٍ وَفِي غَيْرِ مَعْصِيَةٍ وَلِلْمُسْتَحِقِّيْنَ، بِالْوَسْطِ الَّذِي لاَ إِسْرَافَ فِيْهِ وَلاَ تَبْذِيْرَ. وَالتَّبْذِيْرُ لُغَةً: إِفْسَادُ الْمَالِ وَإِنْفَاقُهُ فِي السَّرَفِ
Artinya, “Janganlah menghabiskan harta kecuali dengan cara yang moderat [tidak berlebihan] dan tidak menyalurkannya pada kemaksiatan. Berikanlah kepada yang berhak, dengan cara yang tidak mengandung pemborosan atau penghamburan. Pemborosan secara bahasa artinya 'merusak harta dan menghabiskannya secara berlebihan'.” (Tafsir al-Munir fil Aqidah was Syari’ah wal Manhaj, [Damaskus: Darul Fikr al-Mu’ashir, t.t.], jilid XV, halaman 58).
Adapun secara praktik, penjabaran tips di atas dapat direalisasikan di masa sekarang dengan beragam cara. Misalnya dengan menyusun anggaran bulanan rumah tangga, belanja sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkannya sebelum membeli, menghindari gaya hidup hedonis, membatasi pengeluaran hiburan yang tidak perlu, hingga kontrol pengeluaran kecil yang terlihat sepele.
Dengan demikian, pengelolaan uang dengan bijak dan benar yang dilakukan pasangan suami-istri merupakan kunci penting untuk menjaga kestabilan rumah tangga dan mencegah masalah finansial yang muncul dari pemborosan harta.
Selain itu, perlu menjadi catatan bahwa istri boleh menggunakan harta sesuai keinginannya sepanjang tidak berlebih-lebihan, dan aktivitas perbelanjaan yang dilakukan menggunakan harta yang dihasilkan sendiri dengan semisal bekerja, atau harta yang diberikan oleh suami kepadanya.
Sedangkan harta suami yang belum diberikan kepada istri, maka tidak boleh digunakan. Ketidakbolehan berlaku jika si suami sudah menunaikan tanggung jawab berupa nafkah pada anak dan istrinya.
Penjelasan di atas sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abdul Lathif Abdul Ghani Hamzah dalam kumpulan fatwa-fatwa ulama Mesir, yaitu:
اِذَا كَانَ الرَّجُلُ يُنْفِقُ عَلىَ زَوْجَتِهِ وَوَلَدِهِ مَا يَكْفِيْهِمْ مُؤْن الْحَيَاةِ وَيُغْنِيْهِمْ عَنِ السُّؤَالِ فَلاَ يَحِقُّ لِزَوْجَتِهِ أَنْ تَخُوْنَهُ فِى شَىْءٍ مِنْ مَالِهِ لِأَنَّهَا أَمِيْنَةٌ عَلىَ أَمْوَالِهِ
Artinya, “Jika seorang suami sudah memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya dengan cukup untuk kebutuhan hidup mereka dan membuat mereka tidak perlu meminta-minta, maka tidak sah bagi istrinya untuk mengkhianatinya dalam hal apa pun dari hartanya, karena dia adalah penjaga terhadap harta-hartanya.” (Darul Ifta al-Mishriyah, [Wizaratul Auqaf al-Mishriyah, nomor fatwa: 4937], jilid I, halaman 354).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa standar belanja pasangan dapat disebut boros adalah ketika ia membelanjakan harta melebihi kebutuhannya, atau menggunakannya untuk kemaksiatan.
Perilaku ini termasuk dalam kategori boros atau tabdzir. Semoga penjelasan ini memberikan pencerahan bagi pembaca, dan membawa kesadaran perihal pentingnya mengelola keuangan dengan bijak tanpa adanya pemborosan.
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
Do'a Kafaratul Majelis
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
إِنَّ مِنَ السَّرَفِ أَنْ تَأْكُلَ كُلَّ مَا اشْتَهَيْتَ
Artinya, “Termasuk dari pemborosan adalah engkau memakan semua (makanan) yang kamu sukai.” (HR Ibnu Majah).
Dari beberapa penjelasan di atas, tentu bisa ditarik kesimpulan bahwa boros dalam konteks membelanjakan harta bagi pasangan adalah ketika menggunakan hartanya dengan berlebih-lebihan, menggunakan harta untuk kemaksiatan, atau membeli setiap sesuatu yang diinginkan.
Tips Menghindari Pemborosan Harta Menurut Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili
Menurut Syekh Dr. Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, cara agar tidak terjadi pemborosan harta adalah dengan membelanjakannya sesuai kebutuhan saja, tanpa berlebihan, dan tentunya tidak menyalurkannya pada kemaksiatan. Ia menjelaskan:
لَا تُنْفِقِ الْمَالَ إِلاَّ بِاعْتِدَالٍ وَفِي غَيْرِ مَعْصِيَةٍ وَلِلْمُسْتَحِقِّيْنَ، بِالْوَسْطِ الَّذِي لاَ إِسْرَافَ فِيْهِ وَلاَ تَبْذِيْرَ. وَالتَّبْذِيْرُ لُغَةً: إِفْسَادُ الْمَالِ وَإِنْفَاقُهُ فِي السَّرَفِ
Artinya, “Janganlah menghabiskan harta kecuali dengan cara yang moderat [tidak berlebihan] dan tidak menyalurkannya pada kemaksiatan. Berikanlah kepada yang berhak, dengan cara yang tidak mengandung pemborosan atau penghamburan. Pemborosan secara bahasa artinya 'merusak harta dan menghabiskannya secara berlebihan'.” (Tafsir al-Munir fil Aqidah was Syari’ah wal Manhaj, [Damaskus: Darul Fikr al-Mu’ashir, t.t.], jilid XV, halaman 58).
Adapun secara praktik, penjabaran tips di atas dapat direalisasikan di masa sekarang dengan beragam cara. Misalnya dengan menyusun anggaran bulanan rumah tangga, belanja sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkannya sebelum membeli, menghindari gaya hidup hedonis, membatasi pengeluaran hiburan yang tidak perlu, hingga kontrol pengeluaran kecil yang terlihat sepele.
Dengan demikian, pengelolaan uang dengan bijak dan benar yang dilakukan pasangan suami-istri merupakan kunci penting untuk menjaga kestabilan rumah tangga dan mencegah masalah finansial yang muncul dari pemborosan harta.
Selain itu, perlu menjadi catatan bahwa istri boleh menggunakan harta sesuai keinginannya sepanjang tidak berlebih-lebihan, dan aktivitas perbelanjaan yang dilakukan menggunakan harta yang dihasilkan sendiri dengan semisal bekerja, atau harta yang diberikan oleh suami kepadanya.
Sedangkan harta suami yang belum diberikan kepada istri, maka tidak boleh digunakan. Ketidakbolehan berlaku jika si suami sudah menunaikan tanggung jawab berupa nafkah pada anak dan istrinya.
Penjelasan di atas sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abdul Lathif Abdul Ghani Hamzah dalam kumpulan fatwa-fatwa ulama Mesir, yaitu:
اِذَا كَانَ الرَّجُلُ يُنْفِقُ عَلىَ زَوْجَتِهِ وَوَلَدِهِ مَا يَكْفِيْهِمْ مُؤْن الْحَيَاةِ وَيُغْنِيْهِمْ عَنِ السُّؤَالِ فَلاَ يَحِقُّ لِزَوْجَتِهِ أَنْ تَخُوْنَهُ فِى شَىْءٍ مِنْ مَالِهِ لِأَنَّهَا أَمِيْنَةٌ عَلىَ أَمْوَالِهِ
Artinya, “Jika seorang suami sudah memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya dengan cukup untuk kebutuhan hidup mereka dan membuat mereka tidak perlu meminta-minta, maka tidak sah bagi istrinya untuk mengkhianatinya dalam hal apa pun dari hartanya, karena dia adalah penjaga terhadap harta-hartanya.” (Darul Ifta al-Mishriyah, [Wizaratul Auqaf al-Mishriyah, nomor fatwa: 4937], jilid I, halaman 354).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa standar belanja pasangan dapat disebut boros adalah ketika ia membelanjakan harta melebihi kebutuhannya, atau menggunakannya untuk kemaksiatan.
Perilaku ini termasuk dalam kategori boros atau tabdzir. Semoga penjelasan ini memberikan pencerahan bagi pembaca, dan membawa kesadaran perihal pentingnya mengelola keuangan dengan bijak tanpa adanya pemborosan.
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
Do'a Kafaratul Majelis
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐️⛅️🤝
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐️⛅️🤝
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
*SUCI ITU SEBAGIAN DARI IMAN*
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الحَارِثِ بنِ عَاصِم الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيْمَانِ، والحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الميزانَ، وسُبْحَانَ اللهِ والحَمْدُ للهِ تَمْلآنِ أَو تَمْلأُ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ والأَرْضِ، وَالصَّلاةُ نُورٌ، والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَو عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَو مُوبِقُهَا» رواه مسلم.
Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, _“Bersuci adalah sebagian dari iman. Alhamdulillah memenuhi timbangan. Subhanallah dan Alhamdulillah memenuhi –atau keduanya memenuhi– antara langit dan bumi. Shalat adalah cahanya, sedekah adalah bukti, sabar adalah lentera, dan al-Qur`an adalah hujjah yang membelamu atau yang melawanmu. Setiap manusia memasuki waktu pagi dalam keadaan menjual dirinya, lalu dia memerdekakannya atau membinasakannya.”_ (HR Muslim)
والله أعلم بالصواب وإليه المرجع والمآب
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
📞Channel whatsapp LDRQ:
https://whatsapp.com/channel/0029ValKVW6F1YlPl1ZAWz3C
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦X :
https://x.com/LPI_DayahRQ
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐⛅🤝
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒🔊🎤 Tausiah Singkat Lajnah Dakwah RQ-Center
*SUCI ITU SEBAGIAN DARI IMAN*
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الحَارِثِ بنِ عَاصِم الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيْمَانِ، والحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الميزانَ، وسُبْحَانَ اللهِ والحَمْدُ للهِ تَمْلآنِ أَو تَمْلأُ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ والأَرْضِ، وَالصَّلاةُ نُورٌ، والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَو عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَو مُوبِقُهَا» رواه مسلم.
Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, _“Bersuci adalah sebagian dari iman. Alhamdulillah memenuhi timbangan. Subhanallah dan Alhamdulillah memenuhi –atau keduanya memenuhi– antara langit dan bumi. Shalat adalah cahanya, sedekah adalah bukti, sabar adalah lentera, dan al-Qur`an adalah hujjah yang membelamu atau yang melawanmu. Setiap manusia memasuki waktu pagi dalam keadaan menjual dirinya, lalu dia memerdekakannya atau membinasakannya.”_ (HR Muslim)
والله أعلم بالصواب وإليه المرجع والمآب
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
Media informasi LDRQ-Center
📞Channel whatsapp LDRQ:
https://whatsapp.com/channel/0029ValKVW6F1YlPl1ZAWz3C
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran__
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦X :
https://x.com/LPI_DayahRQ
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#lajnahdakwahraudhatulquran
💎⭐⛅🤝
WhatsApp.com
Lajnah Dakwah Raudhatul Qur'an | WhatsApp Channel
Lajnah Dakwah Raudhatul Qur'an WhatsApp Channel. Saluran ini memberikan tausiyah setiap hari dan poster dakwah. 32 followers
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒️🔊🎤 _*Tausiyah Singkat Lajnah Dakwah Rq-Center*_
*4 Amalan Utama di Bulan Rajab*
1. *Berpuasa*
Berpuasa pada bulan Rajab adalah amalan yang paling baik. Rasulullah SAW selalu berpuasa di bulan Rajab ini. Diriwayatkan dalam hadis shahih bahwa Rasulullah SAW berpuasa di bulan Rajab.
حدثنا عثمان ابن حكيم الانصاري قال سالت سعيد ابن جبير عن صوم رجب نحن يومێذ في رجب فقال سمعت ابن عباس رضي الله عنهما يقولان كان رسول الله صلى الله عليه واله وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا يصوم
_“Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman ibn Hakim al-Anshari berkata, aku bertanya kepada Sa’id ibn Jubair tentang puasa Rajab, padahal pada waktu itu di bulan Rajab, dia menjawab, aku pernah mendengar Ibn Abbas berkata, Rasulullah SAW berpuasa (Rajab) terus hingga kami berkata, beliau tidak berbuka, dan (pada waktu yang lain) beliau berbuka hingga kami berkata, nabi tidak puasa.”_ (HR Muslim)
Hadis ini secara eksplisit menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sering puasa terus menerus di bulan rajab, hingga para sahabat mengira bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah berbuka, namun kadang Nabi Muhammad SAW tidak berpuasa hingga para sahabat mengira nabi tidak berpuasa di bulan Rajab.
Adanya beberapa riwayat yang dha'if dan maudhu’ tentang keutamaan puasa Rajab bukan berarti puasa sunnah di bulan Rajab tidak ada. Puasa rajab sangat dianjurkan oleh Rasulallah saw walau hanya beberapa hari saja.
2. *Istighfar*
Bulan Rajab adalah bulan permohonan ampun kepada Allah _Ta’ala_. Bulan Rajab disebut _“syahr al-istighfar”_, maka perbanyaklah istighfar di bulan ini. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Rajab artinya ‘mencurahkan,’ karena pada bulan rajab, Allah _Ta’ala_ mencurahkan rahmat-Nya kepada hamba-Nya. Setiap manusia mempunyai salah dan khilaf, maka perbanyaklah memohon ampun di bulan ini.
Imam as-Suyuthi dalam tafsirnya berkata; dalam menafsirkan surat al Taubah/9: 36. _“Maka Janganlah pada bulan haram berbuat zalim terhadap dirimu sendiri”_, maksudnya adalah sesungguhnya berbuat zalim pada bulan haram merupakan kesalahan yang besar dan lebih berat dosanya daripada di bulan lain.
Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dari ibn Zaid, firman Allah Ta’ala, _“janganlah kalian berbuat zalim terhadap diri sendiri di bulan haram”_, maksudnya adalah perbuatan maksiat dan meninggalkan ketaatan.
Allah _Ta’ala_ mengajak kaum muslimin untuk memperbanyak “istighfar” atas dosa dan khilaf yang pernah dilakukannya pada masa lalu. Allah _Ta’ala_ memerintahkan agar menghentikan perbuatan zalim terhadap diri sendiri dan orang lain.
3. *Bersedekah*
Salah satu jalan yang ditempuh oleh “para salik” untuk mencapai kemuliaan adalah bersedekah. Namun yang paling utama adalah memilih waktu yang mulia untuk bersedekah. Dan salah satu bulan yang mulia untuk memperbanyak amal shaleh termasuk bersedekah adalah bulan Rajab.
قال النبي صلى الله عليه وسلم : من تصدق في رجب باعده الله من النار كمقدار غراب طار فرخا حتى مات هرما
Nabi Muhammad saw bersabda: _"Siapa yang sedekah di bulan Rajab maka Allah Ta’ala menjauhkan dirinya dari neraka sejauh jarak terbang seekor burung elang yang terbang dari kecil hingga mati.”_
قال النبي صلى الله عليه وسلم : من فرج عن مؤمن كربة في رجب أعطاه الله في الفردوس قصرا مد بصره
Nabi Muhammad saw bersabda: _"Siapa yang melapangkan kesulitan seorang mukmin di bulan Rajab, maka Allah Ta’ala akan memberikan istana di surga firdaus seluas pandangan matanya.”_
Hadirnya bulan Rajab yang menyapa hamba merupakan isyarat dan kesempatan agar setiap hamba meningkatkan seluruh amalnya termasuk di dalamnya bersedekah.
Bersedekah banyak keutamaannya.
*Pertama*, bersedekah dapat memadamkan murka Allah Ta’ala.
"Kedua*, bersedekah dapat menolak bala.
*Ketiga*, bersedekah dapat memperlancar dan memperbanyak rizki.
*Kempat*, akan memperpanjang umur.
*Kelima*, bersedekah akan memberikan keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒️🔊🎤 _*Tausiyah Singkat Lajnah Dakwah Rq-Center*_
*4 Amalan Utama di Bulan Rajab*
1. *Berpuasa*
Berpuasa pada bulan Rajab adalah amalan yang paling baik. Rasulullah SAW selalu berpuasa di bulan Rajab ini. Diriwayatkan dalam hadis shahih bahwa Rasulullah SAW berpuasa di bulan Rajab.
حدثنا عثمان ابن حكيم الانصاري قال سالت سعيد ابن جبير عن صوم رجب نحن يومێذ في رجب فقال سمعت ابن عباس رضي الله عنهما يقولان كان رسول الله صلى الله عليه واله وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا يصوم
_“Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman ibn Hakim al-Anshari berkata, aku bertanya kepada Sa’id ibn Jubair tentang puasa Rajab, padahal pada waktu itu di bulan Rajab, dia menjawab, aku pernah mendengar Ibn Abbas berkata, Rasulullah SAW berpuasa (Rajab) terus hingga kami berkata, beliau tidak berbuka, dan (pada waktu yang lain) beliau berbuka hingga kami berkata, nabi tidak puasa.”_ (HR Muslim)
Hadis ini secara eksplisit menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sering puasa terus menerus di bulan rajab, hingga para sahabat mengira bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah berbuka, namun kadang Nabi Muhammad SAW tidak berpuasa hingga para sahabat mengira nabi tidak berpuasa di bulan Rajab.
Adanya beberapa riwayat yang dha'if dan maudhu’ tentang keutamaan puasa Rajab bukan berarti puasa sunnah di bulan Rajab tidak ada. Puasa rajab sangat dianjurkan oleh Rasulallah saw walau hanya beberapa hari saja.
2. *Istighfar*
Bulan Rajab adalah bulan permohonan ampun kepada Allah _Ta’ala_. Bulan Rajab disebut _“syahr al-istighfar”_, maka perbanyaklah istighfar di bulan ini. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Rajab artinya ‘mencurahkan,’ karena pada bulan rajab, Allah _Ta’ala_ mencurahkan rahmat-Nya kepada hamba-Nya. Setiap manusia mempunyai salah dan khilaf, maka perbanyaklah memohon ampun di bulan ini.
Imam as-Suyuthi dalam tafsirnya berkata; dalam menafsirkan surat al Taubah/9: 36. _“Maka Janganlah pada bulan haram berbuat zalim terhadap dirimu sendiri”_, maksudnya adalah sesungguhnya berbuat zalim pada bulan haram merupakan kesalahan yang besar dan lebih berat dosanya daripada di bulan lain.
Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dari ibn Zaid, firman Allah Ta’ala, _“janganlah kalian berbuat zalim terhadap diri sendiri di bulan haram”_, maksudnya adalah perbuatan maksiat dan meninggalkan ketaatan.
Allah _Ta’ala_ mengajak kaum muslimin untuk memperbanyak “istighfar” atas dosa dan khilaf yang pernah dilakukannya pada masa lalu. Allah _Ta’ala_ memerintahkan agar menghentikan perbuatan zalim terhadap diri sendiri dan orang lain.
3. *Bersedekah*
Salah satu jalan yang ditempuh oleh “para salik” untuk mencapai kemuliaan adalah bersedekah. Namun yang paling utama adalah memilih waktu yang mulia untuk bersedekah. Dan salah satu bulan yang mulia untuk memperbanyak amal shaleh termasuk bersedekah adalah bulan Rajab.
قال النبي صلى الله عليه وسلم : من تصدق في رجب باعده الله من النار كمقدار غراب طار فرخا حتى مات هرما
Nabi Muhammad saw bersabda: _"Siapa yang sedekah di bulan Rajab maka Allah Ta’ala menjauhkan dirinya dari neraka sejauh jarak terbang seekor burung elang yang terbang dari kecil hingga mati.”_
قال النبي صلى الله عليه وسلم : من فرج عن مؤمن كربة في رجب أعطاه الله في الفردوس قصرا مد بصره
Nabi Muhammad saw bersabda: _"Siapa yang melapangkan kesulitan seorang mukmin di bulan Rajab, maka Allah Ta’ala akan memberikan istana di surga firdaus seluas pandangan matanya.”_
Hadirnya bulan Rajab yang menyapa hamba merupakan isyarat dan kesempatan agar setiap hamba meningkatkan seluruh amalnya termasuk di dalamnya bersedekah.
Bersedekah banyak keutamaannya.
*Pertama*, bersedekah dapat memadamkan murka Allah Ta’ala.
"Kedua*, bersedekah dapat menolak bala.
*Ketiga*, bersedekah dapat memperlancar dan memperbanyak rizki.
*Kempat*, akan memperpanjang umur.
*Kelima*, bersedekah akan memberikan keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
4. *Zikir dan berdoa*
“Doa dan zikir” adalah amalan yang mulia. Perbedaan orang yang mati dan yang hidup adalah terletak pada zikirnya. Bulan Rajab yang penuh dengan kemuliaan hendaknya diisi dengan zikir dan berdoa. Zikir dan doa yang dilakukan di bulan rajab adalah:
1) Membaca doa ini saat memasuki bulan Rajab.
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَـعْبَانَ وَبَلِّـغْنَا رَمَضَانَ
_"Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami hingga bulan Ramadhan.”_
2) Memperbanyak shalawat
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
_“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”_ (QS al-Ahzab/33: 56)
3) Membaca doa
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ
اَسْـتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ، تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لاَ يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا وَلاَ مَوْتًا وَلاَ حَيَاةً وَلاَ نُشُوْرًا
سُـبْحَان الله الْحَيِّ الْقَيُّوْمِ
4) Membaca sayyidul istighfar
اَللَّهُمّ أَنْتَ رَبِّيْ لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْـتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّه لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنت
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
*Media informasi LDRQ-Center*
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#ldrqraudhatulquran
💎⭐⛅🤝🏻
“Doa dan zikir” adalah amalan yang mulia. Perbedaan orang yang mati dan yang hidup adalah terletak pada zikirnya. Bulan Rajab yang penuh dengan kemuliaan hendaknya diisi dengan zikir dan berdoa. Zikir dan doa yang dilakukan di bulan rajab adalah:
1) Membaca doa ini saat memasuki bulan Rajab.
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَـعْبَانَ وَبَلِّـغْنَا رَمَضَانَ
_"Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami hingga bulan Ramadhan.”_
2) Memperbanyak shalawat
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
_“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”_ (QS al-Ahzab/33: 56)
3) Membaca doa
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ
اَسْـتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ، تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لاَ يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا وَلاَ مَوْتًا وَلاَ حَيَاةً وَلاَ نُشُوْرًا
سُـبْحَان الله الْحَيِّ الْقَيُّوْمِ
4) Membaca sayyidul istighfar
اَللَّهُمّ أَنْتَ رَبِّيْ لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْـتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّه لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنت
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
*Media informasi LDRQ-Center*
📷Instagram Dayah RQ : https://instagram.com/dayahraudhatulquran
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#ldrqraudhatulquran
💎⭐⛅🤝🏻
Facebook
Log in or sign up to view
See posts, photos and more on Facebook.
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒️🔊🎤 _*Tausiyah Singkat Lajnah Dakwah Rq-Center*_
*Keutamaan dan Peristiwa Penting Bulan Rajab*
Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (التوبة: ٣٦).
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram” (Q.S. at-Taubah: 36).
Allah menyebut empat bulan tersebut sebagai bulan-bulan haram karena pada awalnya peperangan di dalamnya diharamkan.
Abu Nu’aim dan Ibnussunni meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap kali memasuki bulan Rajab, beliau membaca doa:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, anugerahkanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadlan.”
Di antara keutamaan bulan Rajab bahwa malam satu Rajab adalah salah satu malam yang mustajab bagi doa sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm:
بَلَغَنَا أَنَّهُ كَانَ يُقَالُ: إِنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِي خَمْسِ لَيَالٍ: فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ، وَلَيْلَةِ الْأَضْحَى، وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ، وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ، وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
Artinya: “Telah sampai berita pada kami bahwa dulu pernah dikatakan: Sesunguhnya doa dikabulkan pada lima malam: malam Jumat, malam hari raya Idul Adlha, malam hari raya Idul Fithri, malam pertama bulan Rajab dan malam nishfu Sya'ban."
Pada bulan Rajab ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak amal-amal kebaikan dan ketaatan. Diantaranya adalah memperbanyak Puasa. Kita disunnahkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab seperti halnya kita juga disunnahkan untuk memperbanyak puasa di tiga bulan haram yang lain, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Memang tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyatakan kesunnahan puasa Rajab. Namun di sisi lain juga tidak ada larangan secara khusus untuk berpuasa pada bulan Rajab. Para ulama mengatakan bahwa dalil-dalil umum mengenai anjuran berpuasa setahun penuh kecuali lima hari yang diharamkan, cukup dijadikan dalil atas kesunnahan puasa Rajab. Kesunnahan puasa Rajab juga dapat diambil dari dalil-dalil umum mengenai dianjurkannya berpuasa pada empat bulan haram. Disebutkan dalam Shahih Muslim, hadits no. 1960:
عن عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ
Dari Utsman bin Hakim Al Anshari bahwa ia berkata: Saya bertanya kepada sahabat Sa'id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab: Saya telah mendengar Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma berkata: Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa.
Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengomentari hadits di atas dengan mengatakan: “Zhahirnya, yang dimaksud sahabat Sa’id bin Jubair dengan pengambilan hadits ini sebagai dalil adalah bahwa tidak ada nash yang menyatakan sunnah ataupun melarang secara khusus terkait puasa Rajab. Karenanya, ia masuk dalam hukum puasa pada bulan-bulan yang lain.
Tidak ada satu pun hadits tsabit terkait puasa Rajab, baik anjuran maupun larangan. Akan tetapi, hukum asal puasa adalah disunnahkan.
Dalam Sunan Abi Dawud bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan kesunnahan puasa pada bulan-balan haram (al Asyhur al Hurum, empat bulan yang dimuliakan), dan Rajab adalah salah satunya. Wallaahu a’lam.”
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🗒️🔊🎤 _*Tausiyah Singkat Lajnah Dakwah Rq-Center*_
*Keutamaan dan Peristiwa Penting Bulan Rajab*
Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (التوبة: ٣٦).
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram” (Q.S. at-Taubah: 36).
Allah menyebut empat bulan tersebut sebagai bulan-bulan haram karena pada awalnya peperangan di dalamnya diharamkan.
Abu Nu’aim dan Ibnussunni meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap kali memasuki bulan Rajab, beliau membaca doa:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, anugerahkanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadlan.”
Di antara keutamaan bulan Rajab bahwa malam satu Rajab adalah salah satu malam yang mustajab bagi doa sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm:
بَلَغَنَا أَنَّهُ كَانَ يُقَالُ: إِنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِي خَمْسِ لَيَالٍ: فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ، وَلَيْلَةِ الْأَضْحَى، وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ، وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ، وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
Artinya: “Telah sampai berita pada kami bahwa dulu pernah dikatakan: Sesunguhnya doa dikabulkan pada lima malam: malam Jumat, malam hari raya Idul Adlha, malam hari raya Idul Fithri, malam pertama bulan Rajab dan malam nishfu Sya'ban."
Pada bulan Rajab ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak amal-amal kebaikan dan ketaatan. Diantaranya adalah memperbanyak Puasa. Kita disunnahkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab seperti halnya kita juga disunnahkan untuk memperbanyak puasa di tiga bulan haram yang lain, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Memang tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyatakan kesunnahan puasa Rajab. Namun di sisi lain juga tidak ada larangan secara khusus untuk berpuasa pada bulan Rajab. Para ulama mengatakan bahwa dalil-dalil umum mengenai anjuran berpuasa setahun penuh kecuali lima hari yang diharamkan, cukup dijadikan dalil atas kesunnahan puasa Rajab. Kesunnahan puasa Rajab juga dapat diambil dari dalil-dalil umum mengenai dianjurkannya berpuasa pada empat bulan haram. Disebutkan dalam Shahih Muslim, hadits no. 1960:
عن عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ
Dari Utsman bin Hakim Al Anshari bahwa ia berkata: Saya bertanya kepada sahabat Sa'id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab: Saya telah mendengar Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma berkata: Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa.
Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengomentari hadits di atas dengan mengatakan: “Zhahirnya, yang dimaksud sahabat Sa’id bin Jubair dengan pengambilan hadits ini sebagai dalil adalah bahwa tidak ada nash yang menyatakan sunnah ataupun melarang secara khusus terkait puasa Rajab. Karenanya, ia masuk dalam hukum puasa pada bulan-bulan yang lain.
Tidak ada satu pun hadits tsabit terkait puasa Rajab, baik anjuran maupun larangan. Akan tetapi, hukum asal puasa adalah disunnahkan.
Dalam Sunan Abi Dawud bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan kesunnahan puasa pada bulan-balan haram (al Asyhur al Hurum, empat bulan yang dimuliakan), dan Rajab adalah salah satunya. Wallaahu a’lam.”
Facebook
Log in or sign up to view
See posts, photos and more on Facebook.
Sedangkan Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra menyatakan bahwa meskipun hadits-hadits mengenai keutamaan puasa Rajab tidak ada yang shahih, tapi bukan berarti semuanya palsu. Menurutnya, di antara hadits-hadits tersebut ada yang tidak palsu, melainkan berstatus dha’if dan boleh diamalkan dalam fadla’ilul a’mal (menjelaskan tentang keutamaan amal-amal kebaikan).
Pada bulan Rajab, ada beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah umat Islam. Hal ini tentu bukanlah kebetulan semata, akan tetapi menunjukkan bahwa Rajab adalah salah satu bulan yang mulia. Di antaranya adalah:
1. Sayyidah Aminah binti Wahb mulai mengandung janin yang kelak diberi nama Muhammad pada bulan Rajab. Setelah mengandung selama sembilan bulan, pada bulan Rabi’ul Awwal Sayyidah Aminah melahirkan makhluk yang paling mulia, baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kelahirannya adalah rahmat yang Allah hadiahkan kepada alam semesta.
2. Pada 27 Rajab, terjadi peristiwa Isra’ dan Mi’raj, salah satu mu’jizat terbesar yang Allah anugerahkan kepada baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengenai mu’jizat agung ini, penting untuk digarisbawahi bahwa maksud dan tujuan Isra’ dan Mi’raj bukan berarti Allah di atas lalu Rasulullah diperintah untuk naik ke atas untuk bertemu dan menghadap Allah. Bukan seperti itu yang dimaksud dengan mu’jizat yang luar biasa ini. Para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah menegaskan bahwa Allah Maha Suci dari tempat dan arah. Dia ada namun keberadaan-Nya tidak membutuhkan pada tempat dan arah. Dia ada tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, dan setelah menciptakan keduanya, Dia tidak berubah, tetap ada tanpa tempat dan arah. Maksud dan tujuan Isra’ dan Mi’raj adalah memuliakan Rasulullah, memperlihatkan kepadanya beberapa keajaiban dan tanda kekuasaan Allah dan menerima perintah shalat di tempat yang sangat mulia dan tidak pernah satu kali pun dilakukan maksiat di dalamnya.
3. Pada hari kesepuluh bulan rajab tahun 9 H, terjadi perang Tabuk.
4. Pada bulan Rajab tahun 9 H, an-Najasyi, raja al-Habasyah tutup usia dalam keadaan muslim.
5. Imam Syafi’i wafat pada bulan Rajab tahun 204 H dalam usia 54 tahun. Beliau dimakamkan di Mesir.
6. Pada bulan Rajab tahun 101 H, Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz meninggal dalam usia 39 tahun.
7. Pada tanggal 27 Rajab 583 H, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil membebaskan Baitul Maqdis, Palestina. Ketika ingin membebaskan Palestina, Sultan Shalahuddin tidak langsung menyiapkan tentara dan peralatan perang. Akan tetapi yang mula-mula beliau lakukan adalah mempersatukan umat Islam dalam satu ikatan aqidah yang benar, yaitu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Kesatuan aqidah akan melahirkan kesatuan hati. Kesatuan hati antarumat Islam adalah kekuatan dahsyat yang tidak terkalahkan.
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
*Media informasi LDRQ-Center*
📷Instagram Dayah RQ :
https://instagram.com/dayahraudhatulquran
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#ldrqraudhatulquran
💎⭐⛅🤝🏻
Pada bulan Rajab, ada beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah umat Islam. Hal ini tentu bukanlah kebetulan semata, akan tetapi menunjukkan bahwa Rajab adalah salah satu bulan yang mulia. Di antaranya adalah:
1. Sayyidah Aminah binti Wahb mulai mengandung janin yang kelak diberi nama Muhammad pada bulan Rajab. Setelah mengandung selama sembilan bulan, pada bulan Rabi’ul Awwal Sayyidah Aminah melahirkan makhluk yang paling mulia, baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kelahirannya adalah rahmat yang Allah hadiahkan kepada alam semesta.
2. Pada 27 Rajab, terjadi peristiwa Isra’ dan Mi’raj, salah satu mu’jizat terbesar yang Allah anugerahkan kepada baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengenai mu’jizat agung ini, penting untuk digarisbawahi bahwa maksud dan tujuan Isra’ dan Mi’raj bukan berarti Allah di atas lalu Rasulullah diperintah untuk naik ke atas untuk bertemu dan menghadap Allah. Bukan seperti itu yang dimaksud dengan mu’jizat yang luar biasa ini. Para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah menegaskan bahwa Allah Maha Suci dari tempat dan arah. Dia ada namun keberadaan-Nya tidak membutuhkan pada tempat dan arah. Dia ada tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, dan setelah menciptakan keduanya, Dia tidak berubah, tetap ada tanpa tempat dan arah. Maksud dan tujuan Isra’ dan Mi’raj adalah memuliakan Rasulullah, memperlihatkan kepadanya beberapa keajaiban dan tanda kekuasaan Allah dan menerima perintah shalat di tempat yang sangat mulia dan tidak pernah satu kali pun dilakukan maksiat di dalamnya.
3. Pada hari kesepuluh bulan rajab tahun 9 H, terjadi perang Tabuk.
4. Pada bulan Rajab tahun 9 H, an-Najasyi, raja al-Habasyah tutup usia dalam keadaan muslim.
5. Imam Syafi’i wafat pada bulan Rajab tahun 204 H dalam usia 54 tahun. Beliau dimakamkan di Mesir.
6. Pada bulan Rajab tahun 101 H, Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz meninggal dalam usia 39 tahun.
7. Pada tanggal 27 Rajab 583 H, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil membebaskan Baitul Maqdis, Palestina. Ketika ingin membebaskan Palestina, Sultan Shalahuddin tidak langsung menyiapkan tentara dan peralatan perang. Akan tetapi yang mula-mula beliau lakukan adalah mempersatukan umat Islam dalam satu ikatan aqidah yang benar, yaitu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Kesatuan aqidah akan melahirkan kesatuan hati. Kesatuan hati antarumat Islam adalah kekuatan dahsyat yang tidak terkalahkan.
و الله أعلم بالصواب و علمه أتم
_Do'a Kafaratul Majelis_
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإلٰهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إلَيْكَ.
*Media informasi LDRQ-Center*
📷Instagram Dayah RQ :
https://instagram.com/dayahraudhatulquran
🌎Fans Page Fb : https://www.facebook.com/dayahrqcenter
📡Fb : https://www.facebook.com/pusat.rq
📷Instagram LDRQ: https://instagram.com/ldrq.raudhatulquran
🎬Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCXam1oDfCU_ieIA9WBD3VoQ
🐦Twitter : https://twitter.com/LPI_DayahRQ?s=09
📝Telegram : t.me/dayahraudhatulquran
#dayahraudhatulquran
#ldrqraudhatulquran
💎⭐⛅🤝🏻
Facebook
Log in or sign up to view
See posts, photos and more on Facebook.