Rabbanians ID
Photo
๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐
Mengutip kembali Erhman โMereka (manuskrip-manuskrip Bible) semua mengandung kesalahan - ribuan kesalahan. Tidak mudah untuk merekonstruksi kata-kata asli dari Perjanjian Baru." Karena tidak ada akses ke manuskrip asli, Origenes dari Aleksandria, seorang teolog dan sang Bapa Gereja Perdana dari abad ketiga pernah mengajukan keluhan mengenai fenomena tahrif (pengubahan) terhadap salinan-salinan kitab injil/Gospel yang ia miliki yang terjadi pada masanya, abad ke-3 M. Ia Mengatakan:
"Perbedaan di antara manuskrip-manuskrp itu sangat banyak, yang diakibatkan oleh kelalaian beberapa penyalinnya atau oleh kelancangan yang menyimpang dari para penyalin lainnya; mereka tidak memeriksa apa yang telah, mereka salin, atau dalam proses memeriksa, membuat penambahan atau pengurangan sesuka hatinya." (Lihat Bruce M. Metzger, Historical And Literary Studies (Leiden,; E.J Brill, 1968) hlm. 88)
Dalam kasus naskah-naskah Bible, Origen memberikan beragam contoh, Dalam komentarnya tentang Yohanes 1:28, Origen mengakui bahwa "dalam hal nama-nama yang tepat, salinan Yunani sering kali salah,". Beberapa manuskrip menyebut lokasi sebagai Gerasa, kota di Arabia yang tidak punya laut atau danau, jadi tidak cocok dengan kisah babi yang terjun ke laut. Manuskrip lain menyebut di Gadara, tetapi tempat ini juga tidak sesuai karena tidak ada tebing curam atau laut. Origen kemudian mengusulkan lokasi yang lebih tepat adalah di Gergesa, kota tua di dekat Danau Tiberias yang memiliki tebing curam menuju danau. Dia mendukung ini dengan tradisi lokal dan arti nama Gergesa, yang berarti "tempat tinggal para pengusir," sesuai dengan kisah Yesus mengusir setan. Akan tetapi Injil yang ada di Indonesia memilih Gadara sebagai nama tempatnya, Lihat Matius 8:28 veri TB, AYT, TL, BIS, Shellabear, AVB sedangkan versi MILT menggunakan โGergesaโ. Lalu manakah yang benarnya?.
Kemudian mengenai Matius 27:16-17, Origen adalah orang pertama yang mencatat adanya manuskrip yang menambahkan nama "Yesus" sebelum nama "Barabas". Yesus Barabas adalah tokoh yang disebutkan dalam Injil Matius 27:16-17, Injil Markus 15:7, Injil Lukas 23:18-19, dan Injil Yohanes 18:40, dalam konteks penyaliban Yesus Kristus. Dia adalah seorang tahanan yang ditawarkan oleh Pontius Pilatus kepada orang banyak untuk dibebaskan pada saat perayaan Paskah Yahudi, sebagai bagian dari kebiasaan untuk membebaskan seorang tahanan. Barabas digambarkan sebagai seorang pemberontak dan pembunuh (Markus 15:7; Lukas 23:18-19).
Ia mengatakan bahwa "dalam banyak manuskrip, Barabas tidak disebut Yesus (yakni dengan nama Yesus Barabas), dan mungkin penghapusan ini memang benar." Origen berpikir bahwa teks yang tidak menyebutkan nama "Yesus" untuk Barabas lebih tepat karena ia yakin nama "Yesus" tidak pernah digunakan untuk orang jahat. Oleh karena itu, ia menganggap bahwa penambahan nama ini adalah hasil dari campur tangan bidat. Manuskrip yang mengandung tambahan ini seperti naskah ฮ (Codex Koridethi) dan fam 1 (Family 1), tetapi nama "Yesus" tidak ditemukan dalam sebagian besar manuskrip Yunani. Walaupun begitu dalam versi bahasa Indonesia Matius 27:16-17 memuat nama Yesus yakni โYesus Barabasโ.
Dan masih banyak lagi, Bruce M. Metzger memuat hingga 22 kasus yang ditemukan Origen terkait perbedaan-perbedaan dalam naskah-naskah Perjanjian Baru. Perbedaan-perbedaan ini kemudian dinamakan sebagai ragam varian teks. Walaupun mirip namun ini tidak dapat disamakan dengan ragam varian bacaan Qiraat pada Al-Quran. Hal ini karena ragam varian Qiraat terhadap Al-Quran memiliki legitimasi riwayat dari Rasulullah ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู , sedangkan Perjanjian Baru tidak. Penentuannya tidak pasti, namun seperti yang disimak tadi, Origen menentukannya sendiri berdasarkan kriteria yang ia miliki.
Mengutip kembali Erhman โMereka (manuskrip-manuskrip Bible) semua mengandung kesalahan - ribuan kesalahan. Tidak mudah untuk merekonstruksi kata-kata asli dari Perjanjian Baru." Karena tidak ada akses ke manuskrip asli, Origenes dari Aleksandria, seorang teolog dan sang Bapa Gereja Perdana dari abad ketiga pernah mengajukan keluhan mengenai fenomena tahrif (pengubahan) terhadap salinan-salinan kitab injil/Gospel yang ia miliki yang terjadi pada masanya, abad ke-3 M. Ia Mengatakan:
"Perbedaan di antara manuskrip-manuskrp itu sangat banyak, yang diakibatkan oleh kelalaian beberapa penyalinnya atau oleh kelancangan yang menyimpang dari para penyalin lainnya; mereka tidak memeriksa apa yang telah, mereka salin, atau dalam proses memeriksa, membuat penambahan atau pengurangan sesuka hatinya." (Lihat Bruce M. Metzger, Historical And Literary Studies (Leiden,; E.J Brill, 1968) hlm. 88)
Dalam kasus naskah-naskah Bible, Origen memberikan beragam contoh, Dalam komentarnya tentang Yohanes 1:28, Origen mengakui bahwa "dalam hal nama-nama yang tepat, salinan Yunani sering kali salah,". Beberapa manuskrip menyebut lokasi sebagai Gerasa, kota di Arabia yang tidak punya laut atau danau, jadi tidak cocok dengan kisah babi yang terjun ke laut. Manuskrip lain menyebut di Gadara, tetapi tempat ini juga tidak sesuai karena tidak ada tebing curam atau laut. Origen kemudian mengusulkan lokasi yang lebih tepat adalah di Gergesa, kota tua di dekat Danau Tiberias yang memiliki tebing curam menuju danau. Dia mendukung ini dengan tradisi lokal dan arti nama Gergesa, yang berarti "tempat tinggal para pengusir," sesuai dengan kisah Yesus mengusir setan. Akan tetapi Injil yang ada di Indonesia memilih Gadara sebagai nama tempatnya, Lihat Matius 8:28 veri TB, AYT, TL, BIS, Shellabear, AVB sedangkan versi MILT menggunakan โGergesaโ. Lalu manakah yang benarnya?.
Kemudian mengenai Matius 27:16-17, Origen adalah orang pertama yang mencatat adanya manuskrip yang menambahkan nama "Yesus" sebelum nama "Barabas". Yesus Barabas adalah tokoh yang disebutkan dalam Injil Matius 27:16-17, Injil Markus 15:7, Injil Lukas 23:18-19, dan Injil Yohanes 18:40, dalam konteks penyaliban Yesus Kristus. Dia adalah seorang tahanan yang ditawarkan oleh Pontius Pilatus kepada orang banyak untuk dibebaskan pada saat perayaan Paskah Yahudi, sebagai bagian dari kebiasaan untuk membebaskan seorang tahanan. Barabas digambarkan sebagai seorang pemberontak dan pembunuh (Markus 15:7; Lukas 23:18-19).
Ia mengatakan bahwa "dalam banyak manuskrip, Barabas tidak disebut Yesus (yakni dengan nama Yesus Barabas), dan mungkin penghapusan ini memang benar." Origen berpikir bahwa teks yang tidak menyebutkan nama "Yesus" untuk Barabas lebih tepat karena ia yakin nama "Yesus" tidak pernah digunakan untuk orang jahat. Oleh karena itu, ia menganggap bahwa penambahan nama ini adalah hasil dari campur tangan bidat. Manuskrip yang mengandung tambahan ini seperti naskah ฮ (Codex Koridethi) dan fam 1 (Family 1), tetapi nama "Yesus" tidak ditemukan dalam sebagian besar manuskrip Yunani. Walaupun begitu dalam versi bahasa Indonesia Matius 27:16-17 memuat nama Yesus yakni โYesus Barabasโ.
Dan masih banyak lagi, Bruce M. Metzger memuat hingga 22 kasus yang ditemukan Origen terkait perbedaan-perbedaan dalam naskah-naskah Perjanjian Baru. Perbedaan-perbedaan ini kemudian dinamakan sebagai ragam varian teks. Walaupun mirip namun ini tidak dapat disamakan dengan ragam varian bacaan Qiraat pada Al-Quran. Hal ini karena ragam varian Qiraat terhadap Al-Quran memiliki legitimasi riwayat dari Rasulullah ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู , sedangkan Perjanjian Baru tidak. Penentuannya tidak pasti, namun seperti yang disimak tadi, Origen menentukannya sendiri berdasarkan kriteria yang ia miliki.
Rabbanians ID
Photo
Namun terlepas apakah perbedaan dan pengubahan ini terjadi pada kata/kalimat yang penting atau tidak dalam fundamental doktrin agama, pada nyatanya fenomena tahrif itu benar-benar ada dan terpolarisasi hingga dikenal dalam naskah-naskah bapa Gereja. Ada banyak kasus serupa seperti ini, dan selengkapnya baca di ebook ๐จ๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐๐๐ ๐ฉ๐๐๐๐ ๐ด๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐? pada Bab 3. Download ebooknya disini:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
Ini adalah jawaban dari banyaknya pertanyaan dan permintaan yang msuk ke kami untuk membuktikan klaim tahrif yang disebutkan dalam Al-Quran terhadap Bible.
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
Ini adalah jawaban dari banyaknya pertanyaan dan permintaan yang msuk ke kami untuk membuktikan klaim tahrif yang disebutkan dalam Al-Quran terhadap Bible.
Rabbanians ID
Photo
IMAM GEREJA INI KETAHUAN MEMALSUKAN NASKAH SURAT PAULUS
Pada postingan sebelumnya kita telah melihat bagaimana bapa gereja bernama Origen begitu kesal melihat adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penyalib Bible. Tentu saja, Origenes bukan yang pertama merasa bingung dengan kesalahan yang terjadi pada naskah teks Perjanjian Baru. Prof. B. M. Metzger dalam "The Text Of The New Testament: Its Transmission Corruption, And Restoration" mengungkapkan bahwa Bapa Gereja lain, seperti Jerome (sekitar 347โ420 M) dan Augustine (354โ430 M), juga mempraktikkan kritik teks karena perbedaan yang ditemukan dalam teks Alkitab.
Bukan hanya Origen, Jerome dan Augusine saja, penentangnya Origen yakni Celsus (yang hidup selama pemerintahan Marcus Aurelius, 161โ180 M) sudah mengetahuinya sekitar 70 tahun sebelumnya. Celsus adalah seorang filsuf Yunani abad ke-2 dan penentang gereja perdana. Mengenainya, Origen menuliskan karya apologetiknya dengan judul Contra Celcus (Melawan Celsus). Celsus menuliskan jika beberapa penganut Kristen seolah-olah seperti orang yang mabuk, dan mereka sendiri mengubah naskah asli injil sampai tiga atau empat atau beberapa kali (lihat; Contra Celcus 2.27).
Menyikapi hal itu, Origen memberikan membantahnya pernyataan apologetis bahwa orang Kristen tidak mengubah-ubah Injil, namun injil sebenarnya diubah-ubah oleh kelompok yang mereka sebut sebagai penganut Kristen yang sesat seperti kalompok Marcion, Valentinus, dan Lucanus. Pernyataan Origen ini cukup mengejutkan, karena sebelumnya Origen sendiri menyadari fenomena itu terjadi oleh penyalin-penyalin Bible dan mengecamnya.
Namun, apakah tuduhan pemalsuan 'kitab suci' hanya terbatas pada filsuf pagan seperti Celsus? Meskipun tindakan pemalsuan secara luas dan keras dikecam, praktik ini cukup sering terjadi di awal Kekristenan. Menariknya, pemalsuan tidak hanya dilakukan oleh "kaum bidat" saja. Sebagai contoh, seorang presbiter "ortodoks" (Imam Gereja) dari Asia Kecil pernah mengakui telah memalsukan surat Apostolic Constitutions (Konstitusi Para Rasul) dan III Corinthians (3 Korintus). Dalam pembelaannya, presbiter yang akhirnya dipecat ini beralasan bahwa dia melakukannya "karena cintanya kepada Paulus.".
Di antara surat-surat Paulus, para sarjana modern sering kali mempertanyakan keaslian kepenulisan Paulus untuk beberapa surat, dan beberapa dianggap ditulis oleh penulis yang anonim (bukan Paulus sendiri) atau oleh pengikutnya setelah kematiannya. Surat-surat yang sering dikatakan anonim atau tidak ditulis oleh Paulus adalah Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, 1 Timotius, 2 Timotius, Titus. Surat-surat ini sering disebut sebagai bagian dari Deutero-Pauline Epistles (surat surat Deutero-Pauline) atau Pastoral Epistles (surat surat Pastoral). Banyak sarjana modern percaya bahwa surat-surat ini ditulis oleh murid-murid atau pengikut Paulus yang menulis atas namanya setelah kematiannya, karena adanya perbedaan gaya penulisan, teologi, dan konteks sejarah dibandingkan dengan surat-surat yang dianggap "asli" oleh Paulus.
Dari sini kita bisa melihat bagaimana rumitnya dinamika dalam penyalinan naskah Bible akibat sudha terpolarisasinya perilaku pengubahan-pengubahan teks agama, bahkan dengan alibi "cinta" atau mengaggap bahwa pengubahan itu dilakukan untuk tujuan baik. Fenomena ini semakin rumit lagi ketika temen-temen membaca ebook "Apakah Alkitab Masih Asli?" terkait data dan fakta dibalik dinamika menyalinan naskah Bible. Temen-temen dapat menyimak dan membacanya (serta rujukan referensinya) di link berikut:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Pada postingan sebelumnya kita telah melihat bagaimana bapa gereja bernama Origen begitu kesal melihat adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penyalib Bible. Tentu saja, Origenes bukan yang pertama merasa bingung dengan kesalahan yang terjadi pada naskah teks Perjanjian Baru. Prof. B. M. Metzger dalam "The Text Of The New Testament: Its Transmission Corruption, And Restoration" mengungkapkan bahwa Bapa Gereja lain, seperti Jerome (sekitar 347โ420 M) dan Augustine (354โ430 M), juga mempraktikkan kritik teks karena perbedaan yang ditemukan dalam teks Alkitab.
Bukan hanya Origen, Jerome dan Augusine saja, penentangnya Origen yakni Celsus (yang hidup selama pemerintahan Marcus Aurelius, 161โ180 M) sudah mengetahuinya sekitar 70 tahun sebelumnya. Celsus adalah seorang filsuf Yunani abad ke-2 dan penentang gereja perdana. Mengenainya, Origen menuliskan karya apologetiknya dengan judul Contra Celcus (Melawan Celsus). Celsus menuliskan jika beberapa penganut Kristen seolah-olah seperti orang yang mabuk, dan mereka sendiri mengubah naskah asli injil sampai tiga atau empat atau beberapa kali (lihat; Contra Celcus 2.27).
Menyikapi hal itu, Origen memberikan membantahnya pernyataan apologetis bahwa orang Kristen tidak mengubah-ubah Injil, namun injil sebenarnya diubah-ubah oleh kelompok yang mereka sebut sebagai penganut Kristen yang sesat seperti kalompok Marcion, Valentinus, dan Lucanus. Pernyataan Origen ini cukup mengejutkan, karena sebelumnya Origen sendiri menyadari fenomena itu terjadi oleh penyalin-penyalin Bible dan mengecamnya.
Namun, apakah tuduhan pemalsuan 'kitab suci' hanya terbatas pada filsuf pagan seperti Celsus? Meskipun tindakan pemalsuan secara luas dan keras dikecam, praktik ini cukup sering terjadi di awal Kekristenan. Menariknya, pemalsuan tidak hanya dilakukan oleh "kaum bidat" saja. Sebagai contoh, seorang presbiter "ortodoks" (Imam Gereja) dari Asia Kecil pernah mengakui telah memalsukan surat Apostolic Constitutions (Konstitusi Para Rasul) dan III Corinthians (3 Korintus). Dalam pembelaannya, presbiter yang akhirnya dipecat ini beralasan bahwa dia melakukannya "karena cintanya kepada Paulus.".
Di antara surat-surat Paulus, para sarjana modern sering kali mempertanyakan keaslian kepenulisan Paulus untuk beberapa surat, dan beberapa dianggap ditulis oleh penulis yang anonim (bukan Paulus sendiri) atau oleh pengikutnya setelah kematiannya. Surat-surat yang sering dikatakan anonim atau tidak ditulis oleh Paulus adalah Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, 1 Timotius, 2 Timotius, Titus. Surat-surat ini sering disebut sebagai bagian dari Deutero-Pauline Epistles (surat surat Deutero-Pauline) atau Pastoral Epistles (surat surat Pastoral). Banyak sarjana modern percaya bahwa surat-surat ini ditulis oleh murid-murid atau pengikut Paulus yang menulis atas namanya setelah kematiannya, karena adanya perbedaan gaya penulisan, teologi, dan konteks sejarah dibandingkan dengan surat-surat yang dianggap "asli" oleh Paulus.
Dari sini kita bisa melihat bagaimana rumitnya dinamika dalam penyalinan naskah Bible akibat sudha terpolarisasinya perilaku pengubahan-pengubahan teks agama, bahkan dengan alibi "cinta" atau mengaggap bahwa pengubahan itu dilakukan untuk tujuan baik. Fenomena ini semakin rumit lagi ketika temen-temen membaca ebook "Apakah Alkitab Masih Asli?" terkait data dan fakta dibalik dinamika menyalinan naskah Bible. Temen-temen dapat menyimak dan membacanya (serta rujukan referensinya) di link berikut:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
ANAK-ANAK NABI NUH DAN TOTAL USIANYA
Menurut Ibnu abbas, Usia nabi Nuh mencapai 1780 tahun. Nuh diangkat menjadi rasul diusia 480 tahun, dan hidup 350 tahun lagi selepas banjir besar. Nuh berdakwah kepada kaumnya selama 950 tahun menurut keterangan surah Al-Angkabut ayat 14.
.
Al-Hamawi menjelaskan, โOrang pertama yang turun kapal adalah Nuh โalaihis salam, ketika beliau keluar dari kapal, beliau bersama 80 manusia. Mereka membangun tempat tinggal di tempat itu dan menetap di sana. Kemudian mereka tertimpa wabah penyakit, sehingga 80 orang tersebut meninggal kecuali Nuh โalaihis salam dan anaknya. Maka beliau adalah Abul Basyar (bapak seluruh manusia)โ
.
Anak-anak Nabi Nuh berjumlah 4 orang, yaitu Ham, Sam, Yafits dan Yaam yang oleh ahli kitab dinamakan Kanโan. Yaam atau Kanโan inilah anak yang durhaka kepada Nabi Nuh yang akhirnya tewas tenggelam. Dan ada perbedaan pendapat mengenai istri Nabi Nuh, ada yang berkata bahwa dia adalah termasuk orang yang tenggelam dan juga termasuk yang sebelumnya dikatakan kekufurannya. Sedangkan ahli kitab berpendapat dia ikut masuk ke dalam bahtera dan kafir setelahnya atau ditangguhkan azab baginya hingga hari kiamat.
๐๐๐ฅ๐๐ง๐ ๐ค๐๐ฉ๐ง๐ฒ๐ ๐๐๐๐ ๐๐ข๐ฌ๐ข๐ง๐ข:
https://rabbanians.id/kisah-nabi
๐ซ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ +750 ๐ฌ๐๐๐๐ ๐ฐ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐
_________
Share apabila bermanfaat, semoga amal jariyyah :)
Menurut Ibnu abbas, Usia nabi Nuh mencapai 1780 tahun. Nuh diangkat menjadi rasul diusia 480 tahun, dan hidup 350 tahun lagi selepas banjir besar. Nuh berdakwah kepada kaumnya selama 950 tahun menurut keterangan surah Al-Angkabut ayat 14.
.
Al-Hamawi menjelaskan, โOrang pertama yang turun kapal adalah Nuh โalaihis salam, ketika beliau keluar dari kapal, beliau bersama 80 manusia. Mereka membangun tempat tinggal di tempat itu dan menetap di sana. Kemudian mereka tertimpa wabah penyakit, sehingga 80 orang tersebut meninggal kecuali Nuh โalaihis salam dan anaknya. Maka beliau adalah Abul Basyar (bapak seluruh manusia)โ
.
Anak-anak Nabi Nuh berjumlah 4 orang, yaitu Ham, Sam, Yafits dan Yaam yang oleh ahli kitab dinamakan Kanโan. Yaam atau Kanโan inilah anak yang durhaka kepada Nabi Nuh yang akhirnya tewas tenggelam. Dan ada perbedaan pendapat mengenai istri Nabi Nuh, ada yang berkata bahwa dia adalah termasuk orang yang tenggelam dan juga termasuk yang sebelumnya dikatakan kekufurannya. Sedangkan ahli kitab berpendapat dia ikut masuk ke dalam bahtera dan kafir setelahnya atau ditangguhkan azab baginya hingga hari kiamat.
๐๐๐ฅ๐๐ง๐ ๐ค๐๐ฉ๐ง๐ฒ๐ ๐๐๐๐ ๐๐ข๐ฌ๐ข๐ง๐ข:
https://rabbanians.id/kisah-nabi
๐ซ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ +750 ๐ฌ๐๐๐๐ ๐ฐ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐
_________
Share apabila bermanfaat, semoga amal jariyyah :)
Rabbanians ID
Photo
BAPA GEREJA ABAD KE-2 MENGELUH BIBLE BANYAK DIPALSUKAN
Selama enam tahun kami terus-terusan mendapatkan pertanyaan dari temen-temen Kristiani dan menuntut kami untuk membuktikan klaim Al-Quran jika Bible sudah ditahrif (diubah). Kami memohon maaf jika baru sekarang dapat kami respon permintaan temen-temen, hal ini demi menjaga perasaan temen-temen yang lainnya. Namun semakin kesini permintaan serupa semakin banyak.
Untuk itu kami telah membuat beberapa video untuk menyajikan permintaan temen-temen kristiani dan juga sudah kami sajikan dalam bentuk ebook. Namun sepertinya video dan postingan yang sudah-sudah belum menjawab dahaga dari pertanyaan temen-temen. Oleh karena itu kami terus berupaya mengupdate postingan terbaru terkait topik ini. Sehingga postingan-postingan ini adalah hasil dari permintaan temen-temen, dari tuntutan untuk pembuktian klaim tahrif dalam Al-Quran.
sebelum kita membahas ayat-ayat apa saja yang oleh ahli dan pengkaji Bible dari barat diklasifikasikan sebagai "ayat-ayat tdiak asli". Mari kita bahasa bagaimana fenomena pemalsuan kitab suci ini sudah marak terjadi.
Manuskrip tertua dari Bible Perjanjian Baru adalah codex Sinaiticus dan Vaticanus, kedua naskah ini berasal dari abad ke-4 masehi dan belum dijumpai lagi naskah-nakah yang lebih tua dari itu. sehingga kita tidak dapat mengetahui bagaimana bentuk naskah-naskah Bible sebelum abad ke-4 masehi, mengingat kedua manuskrip Bible PB tertuapun memiliki segudang perbedaan dengan Bible modern ini.
Sebelumnya kita telah melihat bagaimana Origen beserta bapa gereja lainnya seperti Jerome dan Agustinus mengkritik para penyalin Bible yang kerang mengubah isi-isinya baik dengans engaja maupun karena kesalahan. Kali ini mari kita lihat ketika seorang tokoh gereja jujur seperti Dionysius dari Korintus juga mengeluhkan ketika suratnya juga dipalsukan dan dia mengaitkan dengan fenomena pemalsuan kitab suci yang marak terjadi di masanya:
The apostles of the devil have filled my letters with tears by leaving out some things and putting in others. Therefore it is no wonder that some have gone about to falsify even the scriptures of the Lord, when they have plotted against writings so inferior.
"Rasul-rasul setan telah mengisi surat-suratku dengan air mata dengan menghilangkan beberapa hal dan menambahkan hal-hal lainnya. Karena itu, tidak heran bahwa ada yang bahkan memalsukan kitab-kitab suci Tuhan, ketika mereka merencanakan melawan tulisan-tulisan yang jauh lebih rendah."
Kalimat "Karena itu, tidak heran bahwa ada yang bahkan memalsukan kitab-kitab suci Tuhan" telah mengonfirmasi kepada kita bagaimana fenomena pemalsuan naskah-naskah agama terjadi secara masif hingga dikatakan jika fenomena ini dimasa itu cukup tidak mengherankan.
Hal ini juga dapat dilihat bahwa dimasa itu Bible perjanjian baru memiliki versi yang berbeda dengan komposisi yang berbeda. Fakta ini dapat disimak dalam buku The Canon Of The New Testament: Its Origin, Significance & Development karya Bruce Metzger (1997, Clarendon Press, Oxford). Mulai Bible versi kanonisasi Muratorian, Origen, Eusebius, Cyril, Cheltenham hingga versi yang disetujui oleh sinode ketiga di kartago pada akhir abad ke-4 memiliki bagian-bagian yang ditambahkan dan dihilangkan. Butuh empat abad hingga mencapat bentuk Bible PB yang kita lihat saat ini. Pun sudah begitu, codex Sinaiticus dan vaticanus yang berasal dari abad ke-4 seniri juga memiliki bagian-bagian ayat yang berbeda dengan Bible versi modern. Menunjukkan bahwa proses penyusunan Bible tidak berhenti di era abad ke-4 saja, mungkin terus berlanjut hingga era Textus Receptus pada abad pertengahan.
Perjalanan panjang ini dapat temen-temen simak di ebook kami "Apakah Alkitab Bible Masih Asli". Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait. Download disini:
Selama enam tahun kami terus-terusan mendapatkan pertanyaan dari temen-temen Kristiani dan menuntut kami untuk membuktikan klaim Al-Quran jika Bible sudah ditahrif (diubah). Kami memohon maaf jika baru sekarang dapat kami respon permintaan temen-temen, hal ini demi menjaga perasaan temen-temen yang lainnya. Namun semakin kesini permintaan serupa semakin banyak.
Untuk itu kami telah membuat beberapa video untuk menyajikan permintaan temen-temen kristiani dan juga sudah kami sajikan dalam bentuk ebook. Namun sepertinya video dan postingan yang sudah-sudah belum menjawab dahaga dari pertanyaan temen-temen. Oleh karena itu kami terus berupaya mengupdate postingan terbaru terkait topik ini. Sehingga postingan-postingan ini adalah hasil dari permintaan temen-temen, dari tuntutan untuk pembuktian klaim tahrif dalam Al-Quran.
sebelum kita membahas ayat-ayat apa saja yang oleh ahli dan pengkaji Bible dari barat diklasifikasikan sebagai "ayat-ayat tdiak asli". Mari kita bahasa bagaimana fenomena pemalsuan kitab suci ini sudah marak terjadi.
Manuskrip tertua dari Bible Perjanjian Baru adalah codex Sinaiticus dan Vaticanus, kedua naskah ini berasal dari abad ke-4 masehi dan belum dijumpai lagi naskah-nakah yang lebih tua dari itu. sehingga kita tidak dapat mengetahui bagaimana bentuk naskah-naskah Bible sebelum abad ke-4 masehi, mengingat kedua manuskrip Bible PB tertuapun memiliki segudang perbedaan dengan Bible modern ini.
Sebelumnya kita telah melihat bagaimana Origen beserta bapa gereja lainnya seperti Jerome dan Agustinus mengkritik para penyalin Bible yang kerang mengubah isi-isinya baik dengans engaja maupun karena kesalahan. Kali ini mari kita lihat ketika seorang tokoh gereja jujur seperti Dionysius dari Korintus juga mengeluhkan ketika suratnya juga dipalsukan dan dia mengaitkan dengan fenomena pemalsuan kitab suci yang marak terjadi di masanya:
The apostles of the devil have filled my letters with tears by leaving out some things and putting in others. Therefore it is no wonder that some have gone about to falsify even the scriptures of the Lord, when they have plotted against writings so inferior.
"Rasul-rasul setan telah mengisi surat-suratku dengan air mata dengan menghilangkan beberapa hal dan menambahkan hal-hal lainnya. Karena itu, tidak heran bahwa ada yang bahkan memalsukan kitab-kitab suci Tuhan, ketika mereka merencanakan melawan tulisan-tulisan yang jauh lebih rendah."
Kalimat "Karena itu, tidak heran bahwa ada yang bahkan memalsukan kitab-kitab suci Tuhan" telah mengonfirmasi kepada kita bagaimana fenomena pemalsuan naskah-naskah agama terjadi secara masif hingga dikatakan jika fenomena ini dimasa itu cukup tidak mengherankan.
Hal ini juga dapat dilihat bahwa dimasa itu Bible perjanjian baru memiliki versi yang berbeda dengan komposisi yang berbeda. Fakta ini dapat disimak dalam buku The Canon Of The New Testament: Its Origin, Significance & Development karya Bruce Metzger (1997, Clarendon Press, Oxford). Mulai Bible versi kanonisasi Muratorian, Origen, Eusebius, Cyril, Cheltenham hingga versi yang disetujui oleh sinode ketiga di kartago pada akhir abad ke-4 memiliki bagian-bagian yang ditambahkan dan dihilangkan. Butuh empat abad hingga mencapat bentuk Bible PB yang kita lihat saat ini. Pun sudah begitu, codex Sinaiticus dan vaticanus yang berasal dari abad ke-4 seniri juga memiliki bagian-bagian ayat yang berbeda dengan Bible versi modern. Menunjukkan bahwa proses penyusunan Bible tidak berhenti di era abad ke-4 saja, mungkin terus berlanjut hingga era Textus Receptus pada abad pertengahan.
Perjalanan panjang ini dapat temen-temen simak di ebook kami "Apakah Alkitab Bible Masih Asli". Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait. Download disini:
Rabbanians ID
Photo
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
Jika ini belum memadai, mungkin esok kita akan update lagi untuk menjawab dahaga temen-temen kristiani :)
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
Jika ini belum memadai, mungkin esok kita akan update lagi untuk menjawab dahaga temen-temen kristiani :)
Rabbanians ID
Greek-Latin bilingual Oxford edition of 1692.
MARAKNYA FENOMENA PENGUBAHAN TEKS KETIKA MENYALIN BIBLE
Sebenarnya fenomena pengubahan (tahrif) pada teks-teks agama sudah terjadi dan terpolarisasi sejak lama. Tidak perlu jauh-jauh mengutip bagaimana kesalnya para bapa-bapa gereja ketika kedapatan ada naskah Bible yang sudah diubah-ubah seperti yang diungkapkan oleh Origen, Dionysius, Jerome, Eusebius dan sebagainya. Lebih jauh sebelum itu penulis Kitab Wahyu (bagian terakhir dari Bible Kristen) juga memuat sebuah ancaman bagi siapa saja yang mencoba mengubah isi dari tulisannya. Hal ini disebutkan pada bagian akhir dari Kitab Wahyu sebagai berikut:
ฮฮฑฯฯฯ ฯแฟถ แผฮณแฝผ ฯฮฑฮฝฯแฝถ ฯแฟท แผฮบฮฟฯฮฟฮฝฯฮน ฯฮฟแฝบฯ ฮปฯฮณฮฟฯ ฯ ฯแฟฯ ฯฯฮฟฯฮทฯฮตฮฏฮฑฯ ฯฮฟแฟฆ ฮฒฮนฮฒฮปฮฏฮฟฯ ฯฮฟฯฯฮฟฯ ยท แผฮฌฮฝ ฯฮนฯ แผฯฮนฮธแฟ แผฯ' ฮฑแฝฯฮฌ, แผฯฮนฮธฮฎฯฮตฮน แฝ ฮฮตแฝธฯ แผฯ' ฮฑแฝฯแฝธฮฝ ฯแฝฐฯ ฯฮปฮทฮณแฝฐฯ ฯแฝฐฯ ฮณฮตฮณฯฮฑฮผฮผฮญฮฝฮฑฯ แผฮฝ ฯแฟท ฮฒฮนฮฒฮปฮฏแฟณ ฯฮฟฯฯแฟณยท ฮบฮฑแฝถ แผฮฌฮฝ ฯฮนฯ แผฯฮญฮปแฟ แผฯแฝธ ฯแฟถฮฝ ฮปฯฮณฯฮฝ ฯฮฟแฟฆ ฮฒฮนฮฒฮปฮฏฮฟฯ ฯแฟฯ ฯฯฮฟฯฮทฯฮตฮฏฮฑฯ ฯฮฑฯฯฮทฯ, แผฯฮตฮปฮตแฟ แฝ ฮฮตแฝธฯ ฯแฝธ ฮผฮญฯฮฟฯ ฮฑแฝฯฮฟแฟฆ แผฯแฝธ ฯฮฟแฟฆ ฮพฯฮปฮฟฯ ฯแฟฯ ฮถฯแฟฯ ฮบฮฑแฝถ แผฮบ ฯแฟฯ ฯฯฮปฮตฯฯ ฯแฟฯ แผฮณฮฏฮฑฯ, ฯแฟถฮฝ ฮณฮตฮณฯฮฑฮผฮผฮญฮฝฯฮฝ แผฮฝ ฯแฟท ฮฒฮนฮฒฮปฮฏแฟณ ฯฮฟฯฯแฟณ.
"Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka tuhan akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka tuhan akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini." (Wahyu 22:18-19)
Ini bukan ancaman bahwa pembaca harus menerima atau mempercayai semua yang ditulis dalam kitab ini, seperti yang kadang-kadang ditafsirkan; melainkan, ini adalah ancaman yang khas bagi para penyalin kitab tersebut, bahwa mereka tidak boleh menambahkan atau menghapus kata-kata dari kitab tersebut. Kutukan serupa dapat ditemukan tersebar dalam berbagai tulisan Kristen awal. Pertimbangkan ancaman yang cukup keras yang diucapkan oleh cendekiawan Kristen Latin bernama Rufinus terkait terjemahannya atas salah satu karya Origen:
"Sungguh, di hadapan Bapa, Anak, dan Roh Kudus, saya bersumpah dan memohon kepada siapa pun yang mungkin menyalin atau membaca buku-buku ini, demi imannya pada kerajaan yang akan datang, demi misteri kebangkitan dari kematian, dan demi api kekal yang disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya, bahwa, sebagaimana dia tidak ingin memiliki warisan kekal di tempat di mana ada tangisan dan kertakan gigi, di mana api mereka tidak padam dan roh mereka tidak mati, dia tidak boleh menambahkan apa pun pada apa yang tertulis dan tidak boleh mengurangi apa pun darinya, serta tidak boleh memasukkan atau mengubah apa pun, tetapi dia harus membandingkan salinannya dengan naskah dari mana dia menyalinnya" (Lihat Origen, On First Principles, Pendahuluan oleh Rufinus; dikutip dalam Gamble, Books and Readers in the Early Church: A History of Early Christian Texts (New Haven: Yale Univ. Press, 1995) hlm. 124)
Ancaman keras yang diberikan oleh penulis kitab Wahyu dan Rufinus ini membuktikan bahwa potenti pengubahan terhadap karya-karya mereka besar kemungkinan bisa saja terjadi. Ini menunjukkan bahwa fenomena itu sudah terpolarisasi dimasa itu, sehingga dibutuhkan ultimatum dan ancaman-ancaman spritual untuk mengentikan upaya jahat oleh penyalin-penyalinnya.
Surat-surat Aristeas juga menggambarkan bagaimana Septuaginta (terjemahan Yunani dari Kitab Perjanjian Lama) yang dikerjakan oleh tujuh puluh ahli Yahudi atas permintaan raja Mesir; Ketika terjemahan itu selesai, 'mereka harus menyatakan semacam kutukan sesuai kebiasaan, terhadap orang-orang yang mengubah, entah dengan menambah atau mengubah atau mengurangi kata-kata yang telah tertulis' (lihat; Letters of Aristeas 310, 311).
Fenomena mengutuk upaya pengubahan (tahrif) ini juga dilakukan oleh Eusebius (lihat; The Ecclesiastical History 5.20:2) yang juga mengutip cara Irenaeus, cendekiawan Kristen besar abad ke-2 M, dimana ketika mengakhiri salah satu bukunya dia menuliskan,
Sebenarnya fenomena pengubahan (tahrif) pada teks-teks agama sudah terjadi dan terpolarisasi sejak lama. Tidak perlu jauh-jauh mengutip bagaimana kesalnya para bapa-bapa gereja ketika kedapatan ada naskah Bible yang sudah diubah-ubah seperti yang diungkapkan oleh Origen, Dionysius, Jerome, Eusebius dan sebagainya. Lebih jauh sebelum itu penulis Kitab Wahyu (bagian terakhir dari Bible Kristen) juga memuat sebuah ancaman bagi siapa saja yang mencoba mengubah isi dari tulisannya. Hal ini disebutkan pada bagian akhir dari Kitab Wahyu sebagai berikut:
ฮฮฑฯฯฯ ฯแฟถ แผฮณแฝผ ฯฮฑฮฝฯแฝถ ฯแฟท แผฮบฮฟฯฮฟฮฝฯฮน ฯฮฟแฝบฯ ฮปฯฮณฮฟฯ ฯ ฯแฟฯ ฯฯฮฟฯฮทฯฮตฮฏฮฑฯ ฯฮฟแฟฆ ฮฒฮนฮฒฮปฮฏฮฟฯ ฯฮฟฯฯฮฟฯ ยท แผฮฌฮฝ ฯฮนฯ แผฯฮนฮธแฟ แผฯ' ฮฑแฝฯฮฌ, แผฯฮนฮธฮฎฯฮตฮน แฝ ฮฮตแฝธฯ แผฯ' ฮฑแฝฯแฝธฮฝ ฯแฝฐฯ ฯฮปฮทฮณแฝฐฯ ฯแฝฐฯ ฮณฮตฮณฯฮฑฮผฮผฮญฮฝฮฑฯ แผฮฝ ฯแฟท ฮฒฮนฮฒฮปฮฏแฟณ ฯฮฟฯฯแฟณยท ฮบฮฑแฝถ แผฮฌฮฝ ฯฮนฯ แผฯฮญฮปแฟ แผฯแฝธ ฯแฟถฮฝ ฮปฯฮณฯฮฝ ฯฮฟแฟฆ ฮฒฮนฮฒฮปฮฏฮฟฯ ฯแฟฯ ฯฯฮฟฯฮทฯฮตฮฏฮฑฯ ฯฮฑฯฯฮทฯ, แผฯฮตฮปฮตแฟ แฝ ฮฮตแฝธฯ ฯแฝธ ฮผฮญฯฮฟฯ ฮฑแฝฯฮฟแฟฆ แผฯแฝธ ฯฮฟแฟฆ ฮพฯฮปฮฟฯ ฯแฟฯ ฮถฯแฟฯ ฮบฮฑแฝถ แผฮบ ฯแฟฯ ฯฯฮปฮตฯฯ ฯแฟฯ แผฮณฮฏฮฑฯ, ฯแฟถฮฝ ฮณฮตฮณฯฮฑฮผฮผฮญฮฝฯฮฝ แผฮฝ ฯแฟท ฮฒฮนฮฒฮปฮฏแฟณ ฯฮฟฯฯแฟณ.
"Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka tuhan akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka tuhan akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini." (Wahyu 22:18-19)
Ini bukan ancaman bahwa pembaca harus menerima atau mempercayai semua yang ditulis dalam kitab ini, seperti yang kadang-kadang ditafsirkan; melainkan, ini adalah ancaman yang khas bagi para penyalin kitab tersebut, bahwa mereka tidak boleh menambahkan atau menghapus kata-kata dari kitab tersebut. Kutukan serupa dapat ditemukan tersebar dalam berbagai tulisan Kristen awal. Pertimbangkan ancaman yang cukup keras yang diucapkan oleh cendekiawan Kristen Latin bernama Rufinus terkait terjemahannya atas salah satu karya Origen:
"Sungguh, di hadapan Bapa, Anak, dan Roh Kudus, saya bersumpah dan memohon kepada siapa pun yang mungkin menyalin atau membaca buku-buku ini, demi imannya pada kerajaan yang akan datang, demi misteri kebangkitan dari kematian, dan demi api kekal yang disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya, bahwa, sebagaimana dia tidak ingin memiliki warisan kekal di tempat di mana ada tangisan dan kertakan gigi, di mana api mereka tidak padam dan roh mereka tidak mati, dia tidak boleh menambahkan apa pun pada apa yang tertulis dan tidak boleh mengurangi apa pun darinya, serta tidak boleh memasukkan atau mengubah apa pun, tetapi dia harus membandingkan salinannya dengan naskah dari mana dia menyalinnya" (Lihat Origen, On First Principles, Pendahuluan oleh Rufinus; dikutip dalam Gamble, Books and Readers in the Early Church: A History of Early Christian Texts (New Haven: Yale Univ. Press, 1995) hlm. 124)
Ancaman keras yang diberikan oleh penulis kitab Wahyu dan Rufinus ini membuktikan bahwa potenti pengubahan terhadap karya-karya mereka besar kemungkinan bisa saja terjadi. Ini menunjukkan bahwa fenomena itu sudah terpolarisasi dimasa itu, sehingga dibutuhkan ultimatum dan ancaman-ancaman spritual untuk mengentikan upaya jahat oleh penyalin-penyalinnya.
Surat-surat Aristeas juga menggambarkan bagaimana Septuaginta (terjemahan Yunani dari Kitab Perjanjian Lama) yang dikerjakan oleh tujuh puluh ahli Yahudi atas permintaan raja Mesir; Ketika terjemahan itu selesai, 'mereka harus menyatakan semacam kutukan sesuai kebiasaan, terhadap orang-orang yang mengubah, entah dengan menambah atau mengubah atau mengurangi kata-kata yang telah tertulis' (lihat; Letters of Aristeas 310, 311).
Fenomena mengutuk upaya pengubahan (tahrif) ini juga dilakukan oleh Eusebius (lihat; The Ecclesiastical History 5.20:2) yang juga mengutip cara Irenaeus, cendekiawan Kristen besar abad ke-2 M, dimana ketika mengakhiri salah satu bukunya dia menuliskan,
Rabbanians ID
Greek-Latin bilingual Oxford edition of 1692.
"Saya meminta Anda yang mungkin menyalin buku ini, demi Tuhan kita Yesus Kristus, dan demi kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati, untuk membandingkan apa yang Anda tulis dengan naskah ini, dan mengoreksinya dengan hati-hati serta menuliskan anjuran ini juga ke dalam naskah salinan Anda". (lihat William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Wahyu Kepada Yohanes pasal 6-22 (Terj. S. Wismoady W) (BPK Gunung Mulia, 2008) hlm. 352)
Ini menunjukkan bagaimana maraknya pemalsuan naskah terjadi dimasa itu. Namun terlepas oleh siapa yang mengkorupsi injil, pada faktanya fenomena tahrif (pengubahan) pada teks-teks agama sudah terekam sebagai suatu bentuk yang historis.
Apa-apa saja ayat-ayat yang kemudian dikomentasi "tidak asli (palsu?" oleh peneliti Bible dari barat? simak di ebook berikut:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Gambar: Surat Aristeas, Greek-Latin bilingual Oxford edition of 1692.
Ini menunjukkan bagaimana maraknya pemalsuan naskah terjadi dimasa itu. Namun terlepas oleh siapa yang mengkorupsi injil, pada faktanya fenomena tahrif (pengubahan) pada teks-teks agama sudah terekam sebagai suatu bentuk yang historis.
Apa-apa saja ayat-ayat yang kemudian dikomentasi "tidak asli (palsu?" oleh peneliti Bible dari barat? simak di ebook berikut:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Gambar: Surat Aristeas, Greek-Latin bilingual Oxford edition of 1692.
๐ป๐๐
๐๐ ๐ฉ๐๐๐ ๐ฉ๐๐๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐๐ ๐ด๐๐๐๐๐๐๐ ๐ฏ๐๐
๐๐๐
Kisah ini diceritakan oleh Abu Yahya Zakaria as-Saji yang mengisahkan pengalaman saat berjalan di kampung kota Bashrah menuju rumah seorang ahli hadits. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa, dan dalam rombongan tersebut ada seorang yang diragukan agamanya. Orang tersebut dengan nada mengejek berkata, "Angkatlah kaki kalian dari sayap para malaikat, janganlah kalian memecahkannya!" Segera setelah itu, orang tersebut tidak bisa berjalan lagi. Kakinya menjadi kering dan akhirnya jatuh, sebuah kejadian yang diinterpretasikan sebagai akibat dari sikap mengejeknya terhadap sesuatu yang sakral.
Kisah serupa juga diceritakan oleh ad-Dainawari dari Ahmad bin Syuโaib. Abu Dawud as-Sijistani menambahkan bahwa suatu ketika, saat mereka belajar hadits dari seorang ahli hadits, gurunya menyampaikan hadits Nabi yang menyatakan, "Para malaikat meletakkan sayapnya untuk para penuntut ilmu." Dalam majelis tersebut, ada seorang Muโtazilah yang mengejek hadits ini dan dengan sombong berkata, "Demi Allah, besok saya akan mengenakan sandal yang berpaku lalu akan kuinjakkan ke sayap para malaikat!" Dia benar-benar melakukannya, dan kejadian ini membawa akibat buruk yang segera menyusul, seperti yang diisyaratkan oleh kisah sebelumnya.
Kedua kisah ini mengajarkan bahwa melecehkan atau meremehkan ajaran agama dan hal-hal yang dianggap sakral dalam Islam dapat membawa akibat yang serius. Ini adalah pengingat bahwa keimanan dan sikap hormat terhadap ajaran agama bukanlah sesuatu yang boleh dianggap enteng atau dijadikan bahan ejekan.
Bagikan Cerita ini &
Join grup telegram kami https://tttttt.me/rabbanians
Kisah ini diceritakan oleh Abu Yahya Zakaria as-Saji yang mengisahkan pengalaman saat berjalan di kampung kota Bashrah menuju rumah seorang ahli hadits. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa, dan dalam rombongan tersebut ada seorang yang diragukan agamanya. Orang tersebut dengan nada mengejek berkata, "Angkatlah kaki kalian dari sayap para malaikat, janganlah kalian memecahkannya!" Segera setelah itu, orang tersebut tidak bisa berjalan lagi. Kakinya menjadi kering dan akhirnya jatuh, sebuah kejadian yang diinterpretasikan sebagai akibat dari sikap mengejeknya terhadap sesuatu yang sakral.
Kisah serupa juga diceritakan oleh ad-Dainawari dari Ahmad bin Syuโaib. Abu Dawud as-Sijistani menambahkan bahwa suatu ketika, saat mereka belajar hadits dari seorang ahli hadits, gurunya menyampaikan hadits Nabi yang menyatakan, "Para malaikat meletakkan sayapnya untuk para penuntut ilmu." Dalam majelis tersebut, ada seorang Muโtazilah yang mengejek hadits ini dan dengan sombong berkata, "Demi Allah, besok saya akan mengenakan sandal yang berpaku lalu akan kuinjakkan ke sayap para malaikat!" Dia benar-benar melakukannya, dan kejadian ini membawa akibat buruk yang segera menyusul, seperti yang diisyaratkan oleh kisah sebelumnya.
Kedua kisah ini mengajarkan bahwa melecehkan atau meremehkan ajaran agama dan hal-hal yang dianggap sakral dalam Islam dapat membawa akibat yang serius. Ini adalah pengingat bahwa keimanan dan sikap hormat terhadap ajaran agama bukanlah sesuatu yang boleh dianggap enteng atau dijadikan bahan ejekan.
Bagikan Cerita ini &
Join grup telegram kami https://tttttt.me/rabbanians
PARA TEOLOG KRISTEN MEMINTA MEMAKLUMI ADANYA KESALAHAN DALAM NASKAH BIBLE
Bukan suatu rahasia lagi bahwa Bible yang ada saat ini sudah mengalami sejarah yang panjang dan rumit, sehingga para teolog dan pengkaji Bible akhirnya meminta kita agar memaklumi dan menerima Bible saat ini apa adanya dibalik ragam polemiknya seperti adanya kesalahan, kesilapan, pengubahan dan sebagainya. Dalam buku "Misquoting Jesus", Bart D Ehrman mengungkapkan bagaimana naskah-naskah Bible yang mengalami distorsi, pengurangan, pengubahan dan penambahan telah terjadi sehingga sulit untuk mencari bagaimana bentuk naskah aslinya. Hal ini merupakan masalah yang besar, bahkan saking besarnya, sejumlah pengkritik naskah mulai menyatakan bahwa mereka sebaiknya menghentikan dahulu segala pembahasan tentang โnaskah asliโ, karena kita tidak akan mengetahuinya, tulisnya.
Gerrit Cornelis van Niftrik & B.J. Boland dalam buku "Dogmatika Masa Kini" juga memberikan pemakluman terhadap kondisi Bible yang kita terima saat ini:
"Kita tidak usah merasa malu, bahwa terdapat pelbagai ke- khilafan di dalam Alkitab: kekhilafan-kekhilafan tentang angka- angka, perhitungan-perhitungan, tahun dan fakta-fakta. Dan tak perlu kita pertanggungjawabkan kekhilafan-kekhilafan itu ber- dasarkan caranya isi Alkitab telah disampaikan kepada kita, se- hingga dapat kita berkata: dalam naskah asli tentulah tidak terdapat kesalahan-kesalahan, tetapi kekhilafan-kekhilafan itu barulah kemudiannya terjadi di dalam turunan-turunan (salinan- salinan) naskah itu. Isi Alkitab, juga dalam bentuknya yang asli, telah datang kepada kita "dengan perantaraan manusiaโ (Calvin)"
Niftrik dan Boland mengakui bahwa Bible yang kita terima saat ini adalah bible yang sudah mendapati ragam polemik, namun ia memberikan sedikit cercah harapan dengan mengatakan "dalam naskah asli tentulah tidak terdapat kesalahan-kesalahan". Namun walaupun begitu "naskah Asli" itu tidak pernah sampai di tangan kita. Bruce Metger pun ketika mendefinisikan suatu ayat dalam Bible apakah asli atau tidak, dia hanya mengkompromikan pada apa yang tertulis dalam naskah tertua yakni Sinaiticus dan Vaticanus, namun bagaimana bentuk dari "naskah asli" sebelum era dua manuskrip ini, tidak ada yang bisa menguraikannya.
Manuskrip kodeks Sinaiticus dan Vaticanus adalah naskah tertua dari Bible Kristen yang berasal dari abad ke-4. Namun faktanya, sejarah teks Perjanjian Baru dalam tiga ratus tahun pertama sering digambarkan oleh para kritikus teks sebagai "periode kebebasan relatif" atau "periode kreativitas relatif." Selama periode ini, sebagian besar perubahan pada teks Perjanjian Baru, baik yang tidak disengaja maupun disengaja, mulai terjadi. Dalam buku "The Orthodox Corruption Of Scripture: The Effect Of Early
Christological Controversies On The Text Of The New Testament" sebuah buku yang mengungkapkan bagaimana kontroversi fenomena pengubahan teks-teks agama Kristen terjadi menuliskan sebagai berikut:
"(pada tiga ratus abad pertama) Selama isu-isu kristologis (masa-masa perdebatan soal status eksistensi ketuhanan Yesus) masih diperdebatkan, sebelum ada satu kelompok Kekeristenan yang berhasil mendominasi dan sebelum pihak proto-ortodoks menyempurnakan pandangan mereka yang akhirnya berkembang pada abad keempat, kitab-kitab suci Kristen yang sedang beredar dalam bentuk manuskrip sering kali mengalami perubahan. Teks-teks ini tidak kebal terhadap perubahan; sebaliknya, mereka diubah dengan cukup mudah dan sering kali secara signifikan. Sebagian besar perubahan ini terjadi secara tidak sengaja karena ketidaktepatan, kecerobohan, atau kelelahan para penyalin. Namun, ada juga perubahan yang dilakukan secara sengaja, mencerminkan perdebatan teologis yang terjadi pada masa itu"
Pengamatan serupa juga dibuat oleh Harry Gamble dalam buku "Books and Readers in the Early Church: A History of Early Christian Texts". Dia berkata:
Bukan suatu rahasia lagi bahwa Bible yang ada saat ini sudah mengalami sejarah yang panjang dan rumit, sehingga para teolog dan pengkaji Bible akhirnya meminta kita agar memaklumi dan menerima Bible saat ini apa adanya dibalik ragam polemiknya seperti adanya kesalahan, kesilapan, pengubahan dan sebagainya. Dalam buku "Misquoting Jesus", Bart D Ehrman mengungkapkan bagaimana naskah-naskah Bible yang mengalami distorsi, pengurangan, pengubahan dan penambahan telah terjadi sehingga sulit untuk mencari bagaimana bentuk naskah aslinya. Hal ini merupakan masalah yang besar, bahkan saking besarnya, sejumlah pengkritik naskah mulai menyatakan bahwa mereka sebaiknya menghentikan dahulu segala pembahasan tentang โnaskah asliโ, karena kita tidak akan mengetahuinya, tulisnya.
Gerrit Cornelis van Niftrik & B.J. Boland dalam buku "Dogmatika Masa Kini" juga memberikan pemakluman terhadap kondisi Bible yang kita terima saat ini:
"Kita tidak usah merasa malu, bahwa terdapat pelbagai ke- khilafan di dalam Alkitab: kekhilafan-kekhilafan tentang angka- angka, perhitungan-perhitungan, tahun dan fakta-fakta. Dan tak perlu kita pertanggungjawabkan kekhilafan-kekhilafan itu ber- dasarkan caranya isi Alkitab telah disampaikan kepada kita, se- hingga dapat kita berkata: dalam naskah asli tentulah tidak terdapat kesalahan-kesalahan, tetapi kekhilafan-kekhilafan itu barulah kemudiannya terjadi di dalam turunan-turunan (salinan- salinan) naskah itu. Isi Alkitab, juga dalam bentuknya yang asli, telah datang kepada kita "dengan perantaraan manusiaโ (Calvin)"
Niftrik dan Boland mengakui bahwa Bible yang kita terima saat ini adalah bible yang sudah mendapati ragam polemik, namun ia memberikan sedikit cercah harapan dengan mengatakan "dalam naskah asli tentulah tidak terdapat kesalahan-kesalahan". Namun walaupun begitu "naskah Asli" itu tidak pernah sampai di tangan kita. Bruce Metger pun ketika mendefinisikan suatu ayat dalam Bible apakah asli atau tidak, dia hanya mengkompromikan pada apa yang tertulis dalam naskah tertua yakni Sinaiticus dan Vaticanus, namun bagaimana bentuk dari "naskah asli" sebelum era dua manuskrip ini, tidak ada yang bisa menguraikannya.
Manuskrip kodeks Sinaiticus dan Vaticanus adalah naskah tertua dari Bible Kristen yang berasal dari abad ke-4. Namun faktanya, sejarah teks Perjanjian Baru dalam tiga ratus tahun pertama sering digambarkan oleh para kritikus teks sebagai "periode kebebasan relatif" atau "periode kreativitas relatif." Selama periode ini, sebagian besar perubahan pada teks Perjanjian Baru, baik yang tidak disengaja maupun disengaja, mulai terjadi. Dalam buku "The Orthodox Corruption Of Scripture: The Effect Of Early
Christological Controversies On The Text Of The New Testament" sebuah buku yang mengungkapkan bagaimana kontroversi fenomena pengubahan teks-teks agama Kristen terjadi menuliskan sebagai berikut:
"(pada tiga ratus abad pertama) Selama isu-isu kristologis (masa-masa perdebatan soal status eksistensi ketuhanan Yesus) masih diperdebatkan, sebelum ada satu kelompok Kekeristenan yang berhasil mendominasi dan sebelum pihak proto-ortodoks menyempurnakan pandangan mereka yang akhirnya berkembang pada abad keempat, kitab-kitab suci Kristen yang sedang beredar dalam bentuk manuskrip sering kali mengalami perubahan. Teks-teks ini tidak kebal terhadap perubahan; sebaliknya, mereka diubah dengan cukup mudah dan sering kali secara signifikan. Sebagian besar perubahan ini terjadi secara tidak sengaja karena ketidaktepatan, kecerobohan, atau kelelahan para penyalin. Namun, ada juga perubahan yang dilakukan secara sengaja, mencerminkan perdebatan teologis yang terjadi pada masa itu"
Pengamatan serupa juga dibuat oleh Harry Gamble dalam buku "Books and Readers in the Early Church: A History of Early Christian Texts". Dia berkata:
"Keluhan tentang pengubahan teks cukup sering ditemukan dalam literatur Kristen awal. Teks Kristen, baik teks-teks Kristen yang bersifat kitab suci maupun non-kitab suci tidak kebal dari proses transmisi yang tidak diatur dengan baik melalui salinan tangan. Bahkan, dalam beberapa hal, teks-teks ini lebih rentan daripada teks biasa, dan bukan hanya karena komunitas Kristen sering kali tidak memiliki juru tulis yang ahli. Meskipun tulisan Kristen umumnya bertujuan untuk mengekspresikan pandangan bersama suatu kelompok, anggota kelompok yang bertindak sebagai editor dan penyalin sering kali merevisi teks sesuai dengan persepsi mereka sendiri. Godaan ini lebih kuat terkait dengan teks-teks religius atau filosofis daripada teks lainnya hanya karena lebih banyak yang dipertaruhkan. Sebagian besar literatur Kristen awal disusun untuk tujuan memajukan sudut pandang tertentu di tengah konflik gagasan dan praktik yang sering muncul di dalam dan antara komunitas Kristen, dan bahkan dokumen yang tidak dirancang secara polemis mungkin tetap digunakan secara polemis. Setiap teks rentan terhadap perbaikan demi membuatnya lebih dapat digunakan dalam situasi kontroversi teologis"
Dari sini dapat dipahami bahwa pada kurun tiga ratus tahun pertama masehi maraknya terjadi pengubahan bahkan pemalsuan bible adalah karena:
1. Belum ada satu kelompok Kristen yang mendominasi. Masing-masing kelompok Kristen memiliki basis dan kekuatan sendiri seperti kaum nestorian, yakobit, melkit, adopsionis, modalism, macionism dll. Masing-masing memiliki naskah kitab sucinya (karena dimasa itu Bible Kristen belum dikanonkan secara sah). Dan dikatakan mereka masing-masing mengubah isi Bible agar isinya sesuai dengan ajaran keyakinan kelompok mereka. Dan Kekristenan yang berhasil bertahan sampai sekarang adalah kelompok Diofisit yang menuhankan Yesus (juga karena dukungan kerajaan Romawi - dulu disebut Melkit), sedangkan kelompok lin sudah musnah baik secara alami maupun dibasmi.
2. Tidak ada aturan resmi bagaimana mentransmisikan teks agama, dan tidak diatur bagaimana penyalinan itu seharusnya dilakukan. Sebagai perbandingan untuk mudah dipahami bagi Muslim, bahwa Quran sedari awal memberikan aturan standar koreksi dua arah; yakni secara teks tulisan dan hafalan mutawatir. Sehingga tiap ada kesilapan terhadap penyalinan tulisan akan mudah dikenali karena dapat divalidasi dengan metode hafalan mutawatir. Hafalan mutawatir adalah ingatan kolektif yang didikumentasikan dalam benak hati oleh banyak penghafal yang bahkan mereka saling tidak kenal. Hal ini semakin diperkuat dengan metode sanad untuk menjaga keotentikan hafalan dan tulisan naskah.
Selengkapnya pembahasan ini disarankan untuk dibaca lebih lanjut dalam ebook kami "Apakah Alkitab Bibel Masih Asli?" pada bab ke tiga. Download disini:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Dari sini dapat dipahami bahwa pada kurun tiga ratus tahun pertama masehi maraknya terjadi pengubahan bahkan pemalsuan bible adalah karena:
1. Belum ada satu kelompok Kristen yang mendominasi. Masing-masing kelompok Kristen memiliki basis dan kekuatan sendiri seperti kaum nestorian, yakobit, melkit, adopsionis, modalism, macionism dll. Masing-masing memiliki naskah kitab sucinya (karena dimasa itu Bible Kristen belum dikanonkan secara sah). Dan dikatakan mereka masing-masing mengubah isi Bible agar isinya sesuai dengan ajaran keyakinan kelompok mereka. Dan Kekristenan yang berhasil bertahan sampai sekarang adalah kelompok Diofisit yang menuhankan Yesus (juga karena dukungan kerajaan Romawi - dulu disebut Melkit), sedangkan kelompok lin sudah musnah baik secara alami maupun dibasmi.
2. Tidak ada aturan resmi bagaimana mentransmisikan teks agama, dan tidak diatur bagaimana penyalinan itu seharusnya dilakukan. Sebagai perbandingan untuk mudah dipahami bagi Muslim, bahwa Quran sedari awal memberikan aturan standar koreksi dua arah; yakni secara teks tulisan dan hafalan mutawatir. Sehingga tiap ada kesilapan terhadap penyalinan tulisan akan mudah dikenali karena dapat divalidasi dengan metode hafalan mutawatir. Hafalan mutawatir adalah ingatan kolektif yang didikumentasikan dalam benak hati oleh banyak penghafal yang bahkan mereka saling tidak kenal. Hal ini semakin diperkuat dengan metode sanad untuk menjaga keotentikan hafalan dan tulisan naskah.
Selengkapnya pembahasan ini disarankan untuk dibaca lebih lanjut dalam ebook kami "Apakah Alkitab Bibel Masih Asli?" pada bab ke tiga. Download disini:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
INJIL-INJIL PALSU TAPI TETAP DIYAKINI BENAR SECARA TERBATAS
Jika saat ini kita mengenal hanya ada empat injil/gospel dalam Bible (markus, Lukas, Matius, Yohanes), faktanya karya-karya yang dinamail "injil/gospel" lebih banyak dari itu, namun atas dasar kriteria tertentu hanya empat saja yang memenuhi kualifikasi untuk dikanonkan (disahkan) menjadi bagian dari kitab Bible Perjanjian Baru. Sisanya kemudian disebut sebagai Injil-Injil Apokrif, sedangkan yang disahkan dinamai sebagai Injil-Injil Kanonik. Setidaknya ada 20-an karya yang disebut sebagai "injil-Injil Apokrifa" yang dapat etemen-temen banyak di ebook saya.
Namun pada mulanya, di kalangan sejarawan Kekristenan awal, buku-buku/ karya-karya Apokrifa dianggap sangat berharga, terutama yang hampir masuk ke dalam kanon Bible, seperti karya tulisannya Shepherd of Hermas (Gembala Hermas), Didache, 1 Klemens, 2 Klemens, Surat Barnabas, dan Apokalipsis Petrus. Karya-karya ini sering digunakan secara luas, tetapi tidak selalu dianggap sebagai bagian dari ajaran resmi gereja.
Sekitar tahun 100 Masehi, penulis Kristen awal seperti Ignatius, Polikarpus, dan Irenaeus serta umat Kristen non-Yahudi sudah menganggap Injil dan surat-surat Paulus sebagai kitab suci, tetapi butuh sekitar 200 tahun untuk menentukan daftar lengkap kitab Perjanjian Baru. Selama proses itu, hanya Kitab Wahyu yang sempat ditolak oleh Konsili Laodikia pada 363โ364 Masehi karena pengaruh ajaran kelompok Montanis. Pada tahun 367 Masehi, Athanasius menetapkan daftar 27 kitab yang kita kenal sekarang, meskipun ia juga menyebut karya lain seperti Shepherd of Hermas dan Didache sebagai bacaan yang berguna.
Mengenai pengesahan kitab-kitab Perjanjian Baru ini, Bart Ehrman mengatakan:
"... Praktik pemalsuan dalam Kekristenan memiliki sejarah panjang dan masyhur ... perdebatan berlangsung selama tiga ratus tahun ... bahkan di kalangan 'ortodoks' sendiri ada perdebatan besar tentang buku-buku mana yang harus dimasukkan dalam kitab suci" (lihat, Lost Christianities: Battles for Scripture and the Faiths We Never Knew (Oxford University Press, 2003) hlm. 2, 3)
Karena tidak dikanonkan (disahkan sebagai bagian dari kitab suci), injil-injil apokrifa ini kerap dianggap secara populer sebagai "Injil Palsu", istilah apokrifa secara populer sejajar dengan makna "palsu". Namun walaupun dianggap palsu, beberapa informasi dari "injil-injil palsu" ini malah diyakini kebenarannya, padahal hal itu tidak didukung dari data-data yang ada pada kitab-kitab yang kanonik.
Contohnya, Bible tidak memberikan informasi apapun soal siapa nama "nenek-kakek tuhan (orang tuanya Maria)", namun umumnya umat Kristen meyakini nama mereka adalah Hanna dan Yoakim. Faktanya nama ini berasal dari dua "injil palsu" yang disebut Protoevangelium Yakobus dan Injil Yakobus. Keyakinan lain mengenai Maria yang dijadikan keyakinan oleh Kekristenan dan bersumber dari โkarya palsuโ adalah kisah kematian dan pengangkatan Maria ke Sorga yang dikenal dengan istilah "Dormisi Bunda Tuhan". Keyakinan ini kemudian dijadikan perayaan besar (hari raya) dalam Gereja Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dan Gereja Katolik Timur (kecuali gereja-gereja Siria Timur). Keyakinan ini tidak berasal dari kitab Injil kanonik apapun, melainkan dari karya apokrifa yakni Transitus Mariae.
Tradisi dari sumber apokrifa lain yang diyakini dalam Kekristenan adalah cerita turunnya Yesus ke Neraka yang juga dikenal dengan ungkapan "Geger Neraka". Turunnya Kristus ke dunia orang mati disebutkan dalam Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Athanasian (Quicumque vult), yang menyatakan bahwa Dia "turun ke dunia orang mati" (descendit ad inferos), meskipun keduanya tidak menyebutkan bahwa Dia membebaskan orang mati. Menurut "The Catholic Encyclopedia" kisah ini pertama kali muncul secara jelas dalam Injil Apokrifa yakni Injil Nikodemus dalam bagian yang disebut Kisah Pilatus.
Jika saat ini kita mengenal hanya ada empat injil/gospel dalam Bible (markus, Lukas, Matius, Yohanes), faktanya karya-karya yang dinamail "injil/gospel" lebih banyak dari itu, namun atas dasar kriteria tertentu hanya empat saja yang memenuhi kualifikasi untuk dikanonkan (disahkan) menjadi bagian dari kitab Bible Perjanjian Baru. Sisanya kemudian disebut sebagai Injil-Injil Apokrif, sedangkan yang disahkan dinamai sebagai Injil-Injil Kanonik. Setidaknya ada 20-an karya yang disebut sebagai "injil-Injil Apokrifa" yang dapat etemen-temen banyak di ebook saya.
Namun pada mulanya, di kalangan sejarawan Kekristenan awal, buku-buku/ karya-karya Apokrifa dianggap sangat berharga, terutama yang hampir masuk ke dalam kanon Bible, seperti karya tulisannya Shepherd of Hermas (Gembala Hermas), Didache, 1 Klemens, 2 Klemens, Surat Barnabas, dan Apokalipsis Petrus. Karya-karya ini sering digunakan secara luas, tetapi tidak selalu dianggap sebagai bagian dari ajaran resmi gereja.
Sekitar tahun 100 Masehi, penulis Kristen awal seperti Ignatius, Polikarpus, dan Irenaeus serta umat Kristen non-Yahudi sudah menganggap Injil dan surat-surat Paulus sebagai kitab suci, tetapi butuh sekitar 200 tahun untuk menentukan daftar lengkap kitab Perjanjian Baru. Selama proses itu, hanya Kitab Wahyu yang sempat ditolak oleh Konsili Laodikia pada 363โ364 Masehi karena pengaruh ajaran kelompok Montanis. Pada tahun 367 Masehi, Athanasius menetapkan daftar 27 kitab yang kita kenal sekarang, meskipun ia juga menyebut karya lain seperti Shepherd of Hermas dan Didache sebagai bacaan yang berguna.
Mengenai pengesahan kitab-kitab Perjanjian Baru ini, Bart Ehrman mengatakan:
"... Praktik pemalsuan dalam Kekristenan memiliki sejarah panjang dan masyhur ... perdebatan berlangsung selama tiga ratus tahun ... bahkan di kalangan 'ortodoks' sendiri ada perdebatan besar tentang buku-buku mana yang harus dimasukkan dalam kitab suci" (lihat, Lost Christianities: Battles for Scripture and the Faiths We Never Knew (Oxford University Press, 2003) hlm. 2, 3)
Karena tidak dikanonkan (disahkan sebagai bagian dari kitab suci), injil-injil apokrifa ini kerap dianggap secara populer sebagai "Injil Palsu", istilah apokrifa secara populer sejajar dengan makna "palsu". Namun walaupun dianggap palsu, beberapa informasi dari "injil-injil palsu" ini malah diyakini kebenarannya, padahal hal itu tidak didukung dari data-data yang ada pada kitab-kitab yang kanonik.
Contohnya, Bible tidak memberikan informasi apapun soal siapa nama "nenek-kakek tuhan (orang tuanya Maria)", namun umumnya umat Kristen meyakini nama mereka adalah Hanna dan Yoakim. Faktanya nama ini berasal dari dua "injil palsu" yang disebut Protoevangelium Yakobus dan Injil Yakobus. Keyakinan lain mengenai Maria yang dijadikan keyakinan oleh Kekristenan dan bersumber dari โkarya palsuโ adalah kisah kematian dan pengangkatan Maria ke Sorga yang dikenal dengan istilah "Dormisi Bunda Tuhan". Keyakinan ini kemudian dijadikan perayaan besar (hari raya) dalam Gereja Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dan Gereja Katolik Timur (kecuali gereja-gereja Siria Timur). Keyakinan ini tidak berasal dari kitab Injil kanonik apapun, melainkan dari karya apokrifa yakni Transitus Mariae.
Tradisi dari sumber apokrifa lain yang diyakini dalam Kekristenan adalah cerita turunnya Yesus ke Neraka yang juga dikenal dengan ungkapan "Geger Neraka". Turunnya Kristus ke dunia orang mati disebutkan dalam Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Athanasian (Quicumque vult), yang menyatakan bahwa Dia "turun ke dunia orang mati" (descendit ad inferos), meskipun keduanya tidak menyebutkan bahwa Dia membebaskan orang mati. Menurut "The Catholic Encyclopedia" kisah ini pertama kali muncul secara jelas dalam Injil Apokrifa yakni Injil Nikodemus dalam bagian yang disebut Kisah Pilatus.
Ini menunjukkan bahwa beberapa ajaran/tradisi dalam Kristen diambil dari karya-karya yang mereka anggap sebagai injil palsu atau apokrifa. Kita tidak perlu mencari tahu atas dasar apa tradisi-tradisi dari kitab-kitab apokrifa ini kemudian layak diterima.
Hanya saja kita bisa memahami bahwa tidak diceritakan/disebutkan dalam kitab suci bukan berarti itu tidak ada. Maksud saya, hanya karena nama "kakek tuhan" tidak disebutkan dalam Bible, bukan berarti mereka tidak dikenali. Begitu pula, ketika nama Hawa tidak disebutkan dalam Al-Quran bukan berarti Al-Quran tidak mengenali nama istri dari Adam. Hal ini karena nama Hawa secara jelas disebutkan dalam hadits. Bedanya, Al-Quran dan Hadits adalah dua seumebr primer dalam Islam yang membuat semua informasi dalam hadits yang tidak disebutkan dalam Quran bisa dianggap sah. Akan tetapi "Injil-Injil Palsu" dalam kekristenan bukalah sumber primer, yang meninggalkan pertanyaan; 'bagaimana tradisi, ceritad an nama-nama itu bisa dianggap sah untuk diyakini'.
Namun, sekali lagi; ini bukan ranah kita untuk mengkompromikannya. Lebih baik simak saja pembahasannya secara detail di ebook kami dengan judul "Apakah Alkitab Bibel Masih Asli?" pada bab ke tiga. Download disini:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Hanya saja kita bisa memahami bahwa tidak diceritakan/disebutkan dalam kitab suci bukan berarti itu tidak ada. Maksud saya, hanya karena nama "kakek tuhan" tidak disebutkan dalam Bible, bukan berarti mereka tidak dikenali. Begitu pula, ketika nama Hawa tidak disebutkan dalam Al-Quran bukan berarti Al-Quran tidak mengenali nama istri dari Adam. Hal ini karena nama Hawa secara jelas disebutkan dalam hadits. Bedanya, Al-Quran dan Hadits adalah dua seumebr primer dalam Islam yang membuat semua informasi dalam hadits yang tidak disebutkan dalam Quran bisa dianggap sah. Akan tetapi "Injil-Injil Palsu" dalam kekristenan bukalah sumber primer, yang meninggalkan pertanyaan; 'bagaimana tradisi, ceritad an nama-nama itu bisa dianggap sah untuk diyakini'.
Namun, sekali lagi; ini bukan ranah kita untuk mengkompromikannya. Lebih baik simak saja pembahasannya secara detail di ebook kami dengan judul "Apakah Alkitab Bibel Masih Asli?" pada bab ke tiga. Download disini:
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Rabbanians ID
Photo
MUDAHNYA TIMBUL KESALAHAN DALAM MENYALIN BIBLE
Pada pembahasan sebelumnya kita telah melihat bagaimana para teolog Kristen modern pada akhirnya meminta kita untuk memaklumi adanya kesilapan dan kesalahan-kesalahan dalam Bible modern ini akibat dari penyalinan yang tidak terevaluasi dengan baik. Gerrit Cornelis van Niftrik & B.J. Boland dalam buku "Dogmatika Masa Kini" mengatakan "Kita tidak usah merasa malu, bahwa terdapat pelbagai ke-khilafan di dalam Alkitab...
Untuk memahami bagaimana kesilapan dn kekhilafan itu dapat terjadi dan membentuk Bible yang ada modern ini, M.E Duyverman dalam buku "Pembimbing dalam perjanjian Baru", Bab Ilmu Salinan menjelaskan bagaimana kekhilafan mudah sekali terjadi dalam menyalin naskah yang menimbulkan distorsi pada terjemahannya (lihat Pembimbing Ke Dalam Perjanjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) hlm.25).
Dikatakan bahwa Naskah-naskah Bible yang ada pada mulanya sangat mentah bahkan pembagian ayat dan pasal baru dimulai pada abad ke 13-16 Masehi. Dan dikatakan:
"Alangkah mudahnya timbul kesalahan! Kami sendiri, waktu menyediakan contoh ini, masih salah. Di samping cara menulis seperti itu, yang menyebabkan mudahnya penyalin membuat kesalahan, maka terdapat lagi kesulitan lain. Dalam bahasa Yunani, adakalanya susunan huruf dapat dibagi dengan cara yang berlainan sehingga terdapat kata-kata yang berlainan: Akibatnya, arti kalimat menjadi berubah."
Dalam kasus ini seperti contohnya Markus 10:40 yang dalam bahasa Yunaninya bertuliskan "OUKESTINEMONDOUNAIALLOISETOIMASTAI" dapat dipahami dengan dua cara:
Pertama, dibaca dengan cara "DOUNAI, ALL (h) OIS (H) ETOIMASTAI" artinya sebagaimana yang digunakan oleh terjemahan LAI Bible Indoensia saat ini yakni "Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan"
Kedua, dibaca dengan cara "DOUNAI, ALLOIS (H) ETOIMASTAI" artinya "Bukannya hakku memberinya, kepada orang-orang lain sudah isediakan (hak itu)"
Lantas manakah versi bacaan yang benarnya? sayangnya Bible adalah naskah agama yang hanya berpaku pada tulisan dan tidak memiliki jalur koreksi dengan metode hafalan dan sanad untuk melegitimasinya. Duyverman menjelaskan bahwa satu-satunya cara untuk menentukan mana versi bacaan yang benar adalah dengan menyesuaikan pada dogma yang ada. Sehingga versi bacaan versi ditolak dan memilih bacaan versi pertama atas dasar dogmatis. Alasannya "hak yang tidak diberi kepada Yesus, sudah tentu tidak diberi kepada orang lain di samping Yesus."
Untuk memudahkan anda, mari kita lihat bagaimana jadinya jika kasus serupa terjadi dalam Al-Quran?
Pada mulanya, Al-Quran tidak ditulis dengan titik dan baris tanda baca (harakat), sehingga penulisannya sangat mentah walaupun orang Arab mampu membacanya. Contohnya seperti penggalan ayat Quran ini yang ditulis dalam naskah-naskah Quran kuno: "ุงูุงู ูุนูุฏ ูุงูุงู ูุณูุนฺูบ". Tulisan "ุงูุงู ูุนูุฏ ูุงูุงู ูุณูุนฺูบ" (bahkan tidak dapat dilatinkan) dapat dibaca setidaknya dengan dua versi bacaan:
Pertama dapat dibaca ุงุชุงู ุจุนุจุฏ ูุงุชุงู ุจุณุจุนู (ataaka bi-'abdin wa ataaka bi sab'in) yang artinya "Dia datang kepadamu dengan membawa seorang hamba dan 70 (dinar/dirham)".
Kedua dapat dibaca dengan ุงูุงู ูุนุจุฏ ูุงูุงู ูุณุชุนูู (iyaka a'budu wa-iyaka nasta'in) yang artinya "Kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami memohon pertolongan".
Lantas bagaimana pembaca dan penulis Quran dahulu dapat menentukan bacaan yang benarnya? sangat sederhana, jika ini berada dalam surat Al-Fatihah langsung saja dapat meruju pada riwayat hafalannya dan tidak ada yang memperdebatkannya jika bacaan yang benarnya adalah versi kedua yakni ุงูุงู ูุนุจุฏ ูุงูุงู ูุณุชุนูู (iyaka a'budu wa-iyaka nasta'in). Hal ini karena kita punya double crossceck yakni tulisan (fi sutur) dan hafalan (fi sudur), jika tulisan bermasalah maka riwayat hafalan yang mutawatirnya akan memberikan koreksi dan konfirmasi.
Pada pembahasan sebelumnya kita telah melihat bagaimana para teolog Kristen modern pada akhirnya meminta kita untuk memaklumi adanya kesilapan dan kesalahan-kesalahan dalam Bible modern ini akibat dari penyalinan yang tidak terevaluasi dengan baik. Gerrit Cornelis van Niftrik & B.J. Boland dalam buku "Dogmatika Masa Kini" mengatakan "Kita tidak usah merasa malu, bahwa terdapat pelbagai ke-khilafan di dalam Alkitab...
Untuk memahami bagaimana kesilapan dn kekhilafan itu dapat terjadi dan membentuk Bible yang ada modern ini, M.E Duyverman dalam buku "Pembimbing dalam perjanjian Baru", Bab Ilmu Salinan menjelaskan bagaimana kekhilafan mudah sekali terjadi dalam menyalin naskah yang menimbulkan distorsi pada terjemahannya (lihat Pembimbing Ke Dalam Perjanjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) hlm.25).
Dikatakan bahwa Naskah-naskah Bible yang ada pada mulanya sangat mentah bahkan pembagian ayat dan pasal baru dimulai pada abad ke 13-16 Masehi. Dan dikatakan:
"Alangkah mudahnya timbul kesalahan! Kami sendiri, waktu menyediakan contoh ini, masih salah. Di samping cara menulis seperti itu, yang menyebabkan mudahnya penyalin membuat kesalahan, maka terdapat lagi kesulitan lain. Dalam bahasa Yunani, adakalanya susunan huruf dapat dibagi dengan cara yang berlainan sehingga terdapat kata-kata yang berlainan: Akibatnya, arti kalimat menjadi berubah."
Dalam kasus ini seperti contohnya Markus 10:40 yang dalam bahasa Yunaninya bertuliskan "OUKESTINEMONDOUNAIALLOISETOIMASTAI" dapat dipahami dengan dua cara:
Pertama, dibaca dengan cara "DOUNAI, ALL (h) OIS (H) ETOIMASTAI" artinya sebagaimana yang digunakan oleh terjemahan LAI Bible Indoensia saat ini yakni "Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan"
Kedua, dibaca dengan cara "DOUNAI, ALLOIS (H) ETOIMASTAI" artinya "Bukannya hakku memberinya, kepada orang-orang lain sudah isediakan (hak itu)"
Lantas manakah versi bacaan yang benarnya? sayangnya Bible adalah naskah agama yang hanya berpaku pada tulisan dan tidak memiliki jalur koreksi dengan metode hafalan dan sanad untuk melegitimasinya. Duyverman menjelaskan bahwa satu-satunya cara untuk menentukan mana versi bacaan yang benar adalah dengan menyesuaikan pada dogma yang ada. Sehingga versi bacaan versi ditolak dan memilih bacaan versi pertama atas dasar dogmatis. Alasannya "hak yang tidak diberi kepada Yesus, sudah tentu tidak diberi kepada orang lain di samping Yesus."
Untuk memudahkan anda, mari kita lihat bagaimana jadinya jika kasus serupa terjadi dalam Al-Quran?
Pada mulanya, Al-Quran tidak ditulis dengan titik dan baris tanda baca (harakat), sehingga penulisannya sangat mentah walaupun orang Arab mampu membacanya. Contohnya seperti penggalan ayat Quran ini yang ditulis dalam naskah-naskah Quran kuno: "ุงูุงู ูุนูุฏ ูุงูุงู ูุณูุนฺูบ". Tulisan "ุงูุงู ูุนูุฏ ูุงูุงู ูุณูุนฺูบ" (bahkan tidak dapat dilatinkan) dapat dibaca setidaknya dengan dua versi bacaan:
Pertama dapat dibaca ุงุชุงู ุจุนุจุฏ ูุงุชุงู ุจุณุจุนู (ataaka bi-'abdin wa ataaka bi sab'in) yang artinya "Dia datang kepadamu dengan membawa seorang hamba dan 70 (dinar/dirham)".
Kedua dapat dibaca dengan ุงูุงู ูุนุจุฏ ูุงูุงู ูุณุชุนูู (iyaka a'budu wa-iyaka nasta'in) yang artinya "Kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami memohon pertolongan".
Lantas bagaimana pembaca dan penulis Quran dahulu dapat menentukan bacaan yang benarnya? sangat sederhana, jika ini berada dalam surat Al-Fatihah langsung saja dapat meruju pada riwayat hafalannya dan tidak ada yang memperdebatkannya jika bacaan yang benarnya adalah versi kedua yakni ุงูุงู ูุนุจุฏ ูุงูุงู ูุณุชุนูู (iyaka a'budu wa-iyaka nasta'in). Hal ini karena kita punya double crossceck yakni tulisan (fi sutur) dan hafalan (fi sudur), jika tulisan bermasalah maka riwayat hafalan yang mutawatirnya akan memberikan koreksi dan konfirmasi.